Minggu, 30 Oktober 2011

Hari pertama lari pagi setelah entah untuk berapa tahun nggak pernah lari pagi. Hampir dua tahun nggak pernah lari pagi yang digantikan dengan renang tiap Selasa dan Jum’at di Solo, kangen juga. Apalagi lima bulan di Masbagik, sudut desa di Pulau Lombok nggak pernah olahraga. Badan rasanya nggak enak, cepet pegel , cepet capek. Kemaren aja habis jalan di Sendang Gile dan Tiu Kelep di lereng Gunung langsung kakinya pegel berhari-hari. Lima bulan terakhir ini juga aku jadi sering sakit, entah pilek, batuk, bahkan darah rendah.
Memang olahraga itu penting. Saya sadar betul kalau olahraga itu penting dan saya sangat butuh olah raga. Kalau mau ngeGym lagi kayak dulu malu. Pasti banyak cowok-cowoknya dan belum terbiasa juga dengan orang-orang sasak. Lebih baik cari olahraga di alam terbuka yang rame jadi nggak terlalu terbatas ruang. Jogging lah solusinya.
Awalnya bingung mau jogging dimana. Ada taman kota di Selong, sekitar setengah jam dari rumah, tapi disana terlalu teduh. Susah berkeringat kalo pagi-pagi disana. Mau lari keliling kampung jalannya nggak datar. Akhirnya, Labuan Haji, pantai paling dekat dari rumah terbersit. Mumpung deket pantai, kenapa nggak disana aja? Asik kali lari pagi di pantai. terbayang angin pantai yang berhembus ditemani cahaya mentari pagi yang hangat.
Ditemani Bibi, adik bungsu ibu yang masih belum menikah, kami berencana berangkat habis Sholat Subuh, siapa tahu dapet sunrise. Jadi bonus mengawali jogging kami.
Bangun jam 4 setelah tidur nyenyak 4 jam di dini hari, aku pun mengambil air wudlu, sholat dua rakaat dilanjutkan membaca ayat suci Al Qur’an sambil menunggu axdan subuh berkumandang. Bibi Yah bangun saat adzan Subuh berkumandang.
Kami berangkat jam 5 tepat setelah memanaskan motor untuk beberapa menit. Langit masih gelap saat kami berangkat dengan kostum lengkap dengan training dan sepatu olah raga. Udara pagi yang dingin sangat bersahabat. Jalan raya masih sepi, di kejauhan terlihat langit merah yang membentuk seperti garis dibawah hitam pekat. Beberapa orang terlihat sedang lari pagi, seorang gadis remaja dengan celana pendek berkaos putih dengan rambut kucir kudanya yang tak terlalu panjang, seorang pemuda dengan training parasut warna biru dan kaos bertuliskan Lombok Timur sekitar 1 km di depan gadis itu.
Beberapa kendaraan mulai terlihat ketika masuk ke Pancor. Pancor dan Selong adalah pusat kota di Lombok Timur. Kendaraan mulai ramai, becak (cidomo = dikar dhokar montor , karena bentuknya seperti dhokar tapi bannya dari ban mobil) dan orang-orang mulai terlihat lalu lalang di dekat pasar.  Kehidupan awal terjadi di pasar.
Kami terus melaju, langit semakin terang saat kami semakin dekat dengan pantai. kami kehilangan sunrise. Namun, tetap semangat karena sepanjang jalan banyak orang yang jalan kaki ataupu lari-lari kecil ke arah pantai. sepertinya kami mempunyai tujuan yang sama, bedanya saya baru akan memulai berlari di pantai sedangkan mereka menjadikan pantai sebagai tempat istirahat menikmati angin yang berhembus. Aku semakin bersemangat. Minggu pagi selalu memberi semangat yang berbeda.
Anak-anak muda bergerombol, berjalan sambil bercanda. Sekelompok pemuda yang lebih dewasa lari pagi dengan sesekali ngobrol, bapak dan ibu dengan putra putrinya tersenyum bahagia dan ada juga yang rambutnya sudah mulai beruba. Kami memiliki tujuan yang sama dengan niat yang berbeda-beda.
Sampai di Labuan Haji, aku memilih masuk ke area yang rencananya akan dijadikan pelabuhan penyebrangan ke Sumbawa, tapi masih belum jadi sepenuhnya. kami harus membayar Rp 2.000,- untuk masuk. Kuputuskan menitipkan motor di dekat gardu jaga itu. lari dari gardu sampai calon dermaga paling ujung. Tak banyak yang lari pagi, hanya ada beberapa orang yang berjalan kaki, anak-anak ABG yang nongrong di atas motor dan beberapa pasangan yang duduk di pinggir jalan untuk menimati pantai di pagi hari berdua. Bapak dan dua anaknya hanya berkeliling sebentar disana lalu pulang. Sekelompok anak-anak kira-kira masih SMP yang sepertinya penduduk setempat duduk di bebatuan sambil memancing.
Nafasku mulai memburu ketika jarak tempuh semakin jauh. Lama nggak olahraga baru sebentar udah capek, tapi kupaksakan untuk tetap lari dengan kecepatan tetap. Nggak terlalu kencang, tapi tidak terlalu pelan, mengabaikan hasrat ingin istirahat dan berjalan. Sesi foto pun dipending setelah aku menyelesaikan dua kali bolako-balik ujung-pangkal dermaga.
Langut masih menyeburatkan sedikit merahnya, angin berhembus kendang, matahari menghangatkan badan. Harmoni yang indah, keringatku mulai bercucuran, badanku mulai enteng. Kurentangkan tangan, kuliukkan badan, mengakhiri lari dengan duduk di pinggir jalan dengan meluruskan lutut. Sedikit dokumentasi pribadi sambil melepas penat.
Seorang teman yang kami ajak mengabarkan kalau mereka sudah sampai di pantai dan menunggu kami di tempat kami biasa nongkrong. Aku dan Bi Yah keluar dari kawasan pelabuhan yang sepertinya akan ada tiga dermaga dan satu bangunan utama itu.
“Kok cepat sekali Mbak?” tanya bapak penjaga gerbang yang kutitipi motor.
“Iya Pak, sudah capek. Makasih Pak”
“Oh, iya. Hati-hati”
Kami melaju ke arah kiri, menyusuri jalanan tepi pantai yang banyak gubug untuk tempat orang berjualan. Bertemu teman bersama pacarnya yang sudah akrab. Kami memang sering jalan bersama. Setelah sejenak duduk di berugak yang terbuat dari bambu dan atapnya dari daun alang-alang.
Kami pulang lewat jalan yang berbeda, sedikit memutar sekedar menikmati pagi. Lombok benar-benar indah, natural dan menyenangkan. Pepohonan besar berderet di sepanjang jalan, pohon-pohon kering yang masih menancap di kering dan gersangnya tanah tepi pantai semakin terasa romantis. Meski setengah jam lebih jauh dari jalan awal yang kami tempuh tapi tergantikan dengan keindahan sepanjang perjalanan.


Comments