Hidup yang mirip sinetron atau sinetron yang mirip kehidupan?

Cerita dari seorang sahabat:

Seorang teman dari dua sahabatku memiliki kesamaan kisah yang intinya mereka tidak memiliki keluarga sebaik keluarga kami. Sebut saja Ina (untuk menjaga privasi orang tesebut) tinggal di Bekasi, orang tuanya bercerai sejak umurnya lima bulan dan dia dititipkan pada ibu kos dari ibu kandungnya yang dipanggilnya nenek. Sampai ia beranjak dewasa, ia hidup bersama nenek itu. ibunya yang membiayai sekolahnya merasa tidak sanggup lagi membiayai sekolahnya ketika ia duduk di bangku kelas 2 SMA. Ia pun mencari ayah kandungnya untuk memintanya membiayai sekolahnya. Namun, ayahnya pun tidak menyanggupinya. Bahkan ibunya sudah tak peduli lagi kalaupun Ina tak lagi sekolah. Ina yang sangat ingin menyelesaikan sekolahnya diajak saudara nenek itu ke Medan dan ia pun melanjutkan sekolah di tempat itu hingga lulus SMA.

Ina bertahan di di Pulau Sumatera dengan bekerja untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, tapi karena tidak survive di pekerjaannya, ia pun keluar dan berniat mencari pekerjaan lain.

Sedangkan cerita dari sahabatku yang satu lagi, tak jauh beda dengan cerita di atas. Mereka sama-sama korban perceraian. Gadis ini, sebut saja namanya Mia (karena saya sendiri tidak tahu persis siapa namanya), dia tinggal bersama ibunya di daerah Yogyakarta. Dia sangat membenci ayahnya karena alasan yang tak diceritakan sahabat saya dengan alsan tidak ingin menyebarkan aib orang lain.
Sekarang, Mia sedang bekerja di sebuah puskesmas agar bisa mengumpulkan uang untuk kuliah. Dia ingin sekali kuliah dan menceritakannya pada sahabat saya. Beberapa cara sudah dilakukan sahabat saya untuk membantu lewat informasi jalur beasiswa, tapi masih belum berhasil.

Potret cerita Ina dan Mia mungkin terkesan seperti sinetron, tapi memang itulah yang terjadi. Saya yakin masih banyak sekali orang-orang seperti mereka. Mereka benar-benar mengalami kejadian yang mungkin sebagian orang melihatnya di sinetron.
Peristiwa itu menggiring kita untuk bersyukur. Bersyukurlah yang masih memiliki keluarga yang utuh dan menyayangi kita meski dalam keterbatasan. Konflik dalam keluarga itu biasa, jangan jadikan konflik itu alasan untuk membenci keluarga kita. Sayangilah keluarga kita dan jagalah mereka dengan baik.

NB :Dari kejadian tersebut, dapat diketahui kalau program beasiswa yang banyak diberikan itu ternyata masih sangat banyak yang tidak terakses oleh mereka. Saya sendiri tidak tahu apa yang membuat mereka kurang bisa mengakses beasiswa atau sejenisnya, mungkin ada yang bisa memberikan saran dan masukan untuk Mia? Terimakasih. 



Comments