Sederhan itu Pilihan

Terlahir dari keluarga yang cukup, tidak bisa menabung lebih bahkan saat sekolah menjadi harus serba hemat untuk bisa memenuhi kebutuhan. Mencari penghasilan tambahan untuk tetap bisa bersekolah dengan tenang karena bagi kami, sekolah itu utama. Kedua orang tua saya selalu memperioritaskan menuntut ilmu karena mereka ingin putra-putrinya  mendapat pendidikan terbaik.

Meski kami hidup pas-pasan, tapi kami selalu bisa sekolah di sekolah favorit  bahkan sampai ke luar kota. Tentu biayanya tidak murah, apalagi saat saya SMA, sekolah favorit yang saya pilih ternyata tergolong sekolah mahal karena fasilitasnya yang memang lengkap. Adik saya juga sekolah di luar kota, kota yang sama dengan saya, Salatiga. Memilih SMK sebagai pilihan untuk cowok agar lebih siap menghadapi dunia kerja juga membutuhkan biaya yang tidak murah saat itu. 

Kami pun memutar otak untuk bisa mencari tambahan penghasilan. Untungnya, Mamak suka sekali memasak. Jadilah kami mencoba menerima pesanan kue ataupun makanan. Saya memang tipe anak rumahan, jarang keluar main. Bukan karena tidak mau, tapi memikirkan kalau sayang uangnya bisa untuk tambahan biaya sekolah daripada untuk main. Meski saat itu teman-teman banyak dari kalangan yang mampu, tapi saya bisa mengihindari pergaulan yang tidak bermanfaat. Memilih lekas pulang ke rumah membantu Mamak menyelesaikan orderan dan saya menikmatinya.

Semua berubah saat mulai bekerja. Rasanya memiliki uang sendiri itu menyenangkan. Saya pun akhirnya bisa jalan-jalan ke tempat yang saya pernah ingin kesana. ke Bromo bersama teman-teman. Weekend pun menghabiskan waktu sekedar jalan-jalan menikmati keindahan Pulau Lombok bersama teman-teman dengan uang sendiri. Bukan jalan-jalan mewah tentunya, jalan-jalan hemat karena kebutuhan masih banyak untuk membantu sekolah adik.

Sampai akhirnya, saya pun menikah. Meski berasal dari keluarga yang lebih mampu dariku, tapi ternyata dia pun memiliki prinsip hidup sederhana. Sejak awal menikah, dia sudah memintaku untuk bisa hidup ada adanya. Hidup sederhana, bukan pelit. Hidup hemat, bukan kikir. Dia mengajarkanku untuk tidak berlebihan dan tidak mengikuti gaya hidup yang tidak perlu. Apalagi kami berada di lingkungan yang sangat mendukung untuk bergaya hidup tidak perlu. Makan di luar, berkumpul dan makan-makan dan membeli barang dengan kualitas yang bagus untuk terlihat bagus. Suami bekerja di sebuah bank BUMN dengan lingkungan orang berkelas, tapi dia tak pernah mau tampil berlebihan. Seperlunya, sepantasnya saja, katanya.

Dia pernah bilang padaku kalau aku selalu punya karakter meski dengan penampilan sederhanaku. Tidak terlihat kuno, tapi tetap bisa terlihat pantas. Dia selalu mengatakan kalau tidak ingin berlebihan, tapi tetap pantas. Itulah yang selalu dikatakannya padaku. Selain itu, dia pun sejak awal menikah menegaskan, memintaku membantunya hidup sederhana untuk bisa membuat usaha tanpa hutang nantinya. Berharap bisa memiliki usaha yang bisa kami jadikan alasan untuk berhenti menjadi buruh. Membawa lebih banyak berkah, mengajak saudara untuk bisa bersama mengais berkah. Itulah angan dan cita kami. Ingin sukses bersama keluarga, ingin mendapat berkah bersama dan terhindar dari Riba yang masih menjadi kegelisahan kami karena suami bekerja di Bank BUMN konvensional.

Namun, itu semua takkan pernah terwujud tanpa kehendakNya. Dimulai dari terus berdoa dan berikhtiar hidup sederhana, hemat dan tetap bersedekah menjadi ikhtiar kami menuju cita-cita kami. Cita-cita untuk bisa menjadi lebih berkah dan hidup lebih nyaman di kampung menjadi petani dan peternak, bukan dengan rumah mewah dengan segala fasilitas lengkap. Bahagia kami adalah saat kami bisa memiliki rumah yang sederhana, tinggal di lingkungan yang mendukung kami untuk terus belajar dan menjadi lebih baik dan bisa bermanfaat untuk banyak orang di sekitar kami.

Itu pun yang terus kami tanamkan pada anak-anak. Menjadi bermanfaat adalah penting. Berkah menjadi tujuan dalam usaha, bukan hanya sekedar mencari keuntungan. Rasanya hati menjadi lebih tenang dan nyaman. Sederhana itu mindset, seberapa sederhana itu kita yang menentukan. Patokan sederhana pun berbeda setiap manusia sesuai dengan keadaan masing-masing. Jadi, tidak bisa disamakan sederhana bagi mereka yang berpenghasilan tinggi dengan sederhana bagi mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah. Yang membedakan adalah caranya bersedekah dan membeli barang kebutuhan.

Semangat menggapai mimpi dan selamat menikmati prosesnya. Jalani dengan ikhlas dan sabar adalah kunci mencapai hidup bahagia dalam berproses.


Comments