Berdamai dengan Adaptasi

Sepertinya sudah sejak pertengahan Maret kami mulai beradaptasi dengan pandemi yang mengharuskan kita semua dirumah aja. Mungkin bagi saya yang seorang ibu rumah tangga, tidak banyak yang berubah, hanya membiasakan anak-anak untuk tidak main di luar dan belajar dari rumah untuk Mbak yang sudah mulai masuk Taman Kanak-Kanak. Biasanya pagi setelah makan, anak-anak bisa main di luar sebentar sebelum si adek tidur dan si Mbak sudah di sekolah. Saat si adek tidur, emak bisa nyuci dan nyicil untuk masak menyesuaikan lamanya tidur si adek.

Sepulang si Mbak sekolah, biasanya mereka main-main sebentar, makan, lalu tidur berdua. Nah, saat ini emak bisa nyicil beberes nyapu atau beberes dapur yang masih berantakan karena si adek memang sedang membutuhkan perhatian ekstra. Saat mereka bangun adalah saat emak harus kembali menemani mereka bermain. Sore hari, mereka bisa main bersama teman-teman. Si Mbak yang memang sudah besar, saya bebaskan untuk bersepeda atau keluar sendiri asal tidak keluar kompleks. Baru sejak ada si adek sih, emak mau nggak mau membebaskan si Mbak keluar sendiri. Saat masih umur sekitar 4 tahun, saya juga masih belum bisa melepasnya sendiri. Harus diawasi. Untungnya kompleks yang saya tinggali tidak terlalu besar, karena hanya ada tiga gang dengan satu pintu masuk utama. Mereka jarang keluar kompleks, hanya bermain di dalam kompleks.

Meski ada minimarket yang baru buka di depan kompleks, si Mbak sudah dipesan untuk tidak keluar kompleks tanpa bersama orang tuanya. Syukurnya si Mbak mengerti dan mau menuruti asal bisa main sama teman-teman. Memang si Mbak itu tipe yang harus punya teman. Energinya harus habis untuk bermain. Nah, lihat si Mbak bisa keluar, si adek jadi mau ikut. Jadi, setiap sore sampai sebelum maghrib memang harus keluar main. Selesai main, makan, sholat, ngaji, baru deh mereka tidur sekitar jam 8-9.

Semua berubah saat pandemi. Mereka harus benar-benar dirumah saja. Nggak boleh lagi main keluar rumah, apalagi ikut belanja atau ke tempat bermain. Mereka perlu masa adaptasi yang cukup lama dan memberi pengertian si Mbak yang memang sulit. Kalau si adek, dia hanya ikut saja bagaimana kakaknya. Kasihan memang, apalagi masih ada beberapa anak yang dibiarkan main di luar. Si Mbak jadi protes kenapa dia tidak diperbolehkan.

"Mbak, sekarang sedang banyak virus. Mbak sudah lihat kan video yang dikirim Bu Guru ada Virus Covid 19 makanya Mbak belajar dari rumah? Makanya main pun juga belum boleh, sabar dulu ya, Sayang. Berdoa sama Allah, minta virusnya cepet hilang, biar kita bisa kembali main, Mbak kembali sekolah, insyaaAllah kalau kita tulus dan bersungguh-sungguh pasti dikabulkan."

Jangan dianggap si Mbak langsung bisa berhenti merengek ya. Itu butuh waktu cukup lama apalagi kalau ada temennya yang panggil. Saya dilema dong karena ayahnya berpesan jangan bermain bersama teman dulu, siapapun itu. Takutnya dia main kemana-mana trus kerumah nggak cuci tangan atau pegang macam-macam. Baiklah, demi kami semua saya harus memberi pengertian kepada si Mbak untuk memberitahu temannya, sementara tidak main dulu.

Berhubung si MBak juga pengen main, bukannya suruh temennya pulang, malah main di gerbang. Saya hanya mencoba melaksakan pesan Ayahnya. Maksudnya memang baik, walaupun memang agak possesif. Saya tahu karena dia juga masih harus kerja setiap hari, tidak tahu bagaimana keadaan di luar dan ingin anak istrinya juga keluarganya sehat. Bapak mertua sakit komplikasi, baru keluar rumah sakit dan harus menjalani rawat jalan di rumah. Dia juga ingin orang tuanya sehat.

Sekarang setelah hampir tiga bulan, semua sudah terbiasa. Anak-anak tidak rewel lagi, tidak meminta keluar lagi dan bbermain dengan apa yang ada di sekitar mereka. Sesekali kami memberikan kesempatan untuk nonton youtube di TV dengan pengawasan ketat karena kalau di TV gabisa pake voice searching, jadi saya bisa kontrol penuh. Mulai membentuk rutinitas mengaji dan menyelipkan sedikit pembelajaran di sela keaktifan mereka.

Yang penting bahagia ya, Buibu. Mengajarkan akhlaq dan mengenal Allah itu lebih utama dari sekedar mengejar kepandaian. Pondasi utama mereka kelak saat dunia semakin tidak karuan dan lingkungan membuat mereka harus tetap pada jalan ridhoNya. Sekarang lah saaatnya membangun pondasi itu. Menanamkan pada diri mereka tujuan hidup sesungguhnya. Bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk beribadah menggapai ridhoNya. Setiap apa yang kita lakukan harus diniatkan untuk ibadah dan mengutamakan berkah. Ini tidak mudah karena orang tua pun harus terus mengingat dan mempertebal iman.

Semoga tetap bisa istiqomah





Apa yang dilakukan si Mbak, si adek juga pasti mau. Jadi, si Mbak lah yang perlu untuk diarahkan, dapet deh sepaket.

Comments