Ibu jadi Mellow soal Anak

Kemarin, sore-sore saya sama Nada jalan-jalan ke Alfamart untuk beli minyak goreng dan sabun cuci piring. Kalo udah ke minimarket, pasti si mbak banyak sekali dipegang. Alhamdulillah dia nggak terlalu ngeyel soal jajan karena memang saya nggak membiasakan dia untuk beli jajanan. Sebisa mungkin saya membuatkan atau minta tolong mbah nya Nada untuk membuatkan yang saya nggak bisa. Selain untuk menjaga kesehatan juga nggak membiasakan untuk belanja jajanan. Jadi gampang untuk dirayu nggak usah aja. Alhasil, dia ambil eskrim deh, kalo itu udah nggak bisa lagi dilarang. Nggakpapa lah, daripada jajanan nggak jelas.
Sampai dijalan, adzan maghrib sudah berkumandang. Kami sempet beli bakso bakar dulu di deket Masjid baru pulang. Karena Nada ngompol di celana nggak kuat nahan pipis di jalan, kami pun bergegas pulang. Saat masuk komplek, kami melihat seorang anak berdiri di depan rumahnya. Tetangga saya sekitar empat rumah selisihnya, namanya Gilda. Masih kelas 1 Sekolah Dasar. Aku kira di masih mau main, padahal maghrib.
“Nunggu siapa sayang?”
“Nunggu mama,” katanya dengan tampang bingung. Mungkin dia takut karena sudah mulai gelap dan depan rumahnya rumah kosong jadi nggak ada lampunya. Rumahnya pun belum dinyalakan lampunya.
Waktu bertanya aku sambil jalan pulang, tapi kepikiran juga kasihan tuh anak sendirian gelap di depan rumah. Akhirnya setelah memasukkan motor, aku kembali kerumah itu.
“Mamanya kemana?” aku tahu kalau ayahnya kerja di Jakarta jadi di hanya bertiga di rumah dengan mama dan adiknya yang masih bayi.
“Beli pulsa listrik,”
“Kenapa nggak ikut sayang?”
Dia hanya menggeleng. Mungkin tadi asik main.
“Ditunggu di rumah tante aja yuk,”
Karena agak lama nunggu belum dateng juga, akhirnya aku mengajaknya kerumah. Namun, aku masih ragu takut ibunya mencari karena pasti khawatir sekali kalau sampai rumah anaknya nggak ada apalagi hari sudah malam. Setelah anak itu masuk dan main dengan Nada, aku bolak balik ke rumahnya dia untuk memastikan ibunya sudah datang atau belum.
Tiga kali bolak-balik belum datang juga, aku pun memutuskan untuk sholat maghrib dulu baru kesana lagi. Si anak tadi nggak mau saya tawarkan makan dan minum, dia asik main sama Nada. Aku takut ibunya pasti khawatir nggak nemu anaknya di rumah. Selesai sholat, masih pake mukena aku kembali ke rumah anak itu. Masih sepi, masih gelap. Kutunggu di depan rumah karena pasti kelihatan kalau ibunya pulang.
Baru saja sampai di depan gerbang, ada suara motor berhenti lalu ada yang memanggil. “Gildaaaaa”
Alhamdulillah sudah pulang. aku bergegas lari. Pasti dia bingung cari anaknya. Dari nada suaranya terlihat jelas kecemasan dan keputus asaan. Aku berlari keluar.
“Mbaaak....disini” kataku sambil melambai.
“Kakak Gilda, mamany asudah pulang sayang,”
“Alhamdulillah,” isaknya semakin terdengar jelas.
“Bunda cari kemana-mana, Nak”
“Mbak, maaf saya yang suruh tunggu di rumah saya habis sendirian trus gelap. Saya tahu pasti bingung mba cari soalnya nggak pernah main kerumah, makanya berapa kali saya bolak balik tapi belum datang makanya saya sholat dulu. Maaf ya mbak,” kataku merasa bersalah.
“Iya nggakpapa, Mbak. Saya yang terimakasih. Saya sudah sampai sini tadi tapi muter nyari ke temen-temennya dulu karena nggak liat di disini. Tanya pak penjaga malemnya katanya tadi berdiri di situ. Saya bingung mba,”
“Iya mba, saya ngeti makanya saya bolak balik kesini. Saya bingung mau kasih taunya gimana, saya nggak punya no hape mbak. Maaf ya mbak,”
“Nggakpapa mba, saya yang makasih, untung ada mbak,” sambil mengusap air matanya.
Aku tahu rasanya, kupeluk ibu itu. Menenangkannya.
Hidup di kompleks memang sangat jauh berbeda dengan di desa. Ada anka kecil menunggu ibunya nggak ada yang peduli dan tidak tahu karena semua rumah bergerbang tinggi. Tidak ada yang tahu kondisi anak itu yang menunggu sendiri dalam gelap. Lain halnya kalau hidup di desa yang rumahnya saling berdekatan. Tidak mungkin ada anak yang menunggu ibunya sendirian di depan rumah kalau tidak ditemani tetangganya atau menunggu di rumah tetangga.
Mungkin untuk ibu-ibu kuat di luar sana yang harus sering ditinggal suami kerja agak jauh, lebih baik bawa anaknya kemana akan pergi. Kita tak pernah tau kejahatan yang terjadi karena keadaan.

Comments