Menjadi Versi Terbaikku adalah Tentang Berkompetisi dengan Keburukan Diri Sendiri

Aku masih merenung, rasanya sedang tidak ingin berjumpa dengan siapapun. Rasanya sedang ingin sendiri, menepi dari segala bisingnya suara. Menepi dari segala hiruk pikuknya dunia. Menepi dari segala kesibukan yang membuatku menjadi makin sedikit waktu bersama keluarga, sedikit waktu ada untuk merawat diri. 

Sepertinya aku butuh jeda, aku butuh memperhatikan diriku. Aku butuh istirahatkan fikiranku. Aku butuh kembali waras dengan tidak terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Aku ingin tenang, merasakan betapa Allah SWT sedang memberiku banyak sekali nikmat yang kadang tak kusadari. Nikmat kecil seperti masih bangun dalam keadaan bisa menghirup udara tanpa tersumbat, melihat senyuman orang-orang yang dicintai, mendapati mereka masih ada di sekitar kita. Hal kecil yang kadang kita lupakan kalau itu adalah nikmat yang luar biasa dan menuntut Allah SWT untuk memberikan apa yang kita inginkan. 

Beberapa waktu terakhir ini, sejak mengurus Rumah Peradaban sendiri, sedikit semangatku mulai memudar. Awalnya memang aku bersemangat membuka Rumah Peradaban SNC karena ada tetangga yang semangatnya sama denganku. Setiap kali melempar ide, kami selalu bisa merealisasikan dengan menyenangkan hasil diskusi yang seru. Namun, aku pun sadar kalau akan ada masa semuanya harus berubah. 

Setelah menemukan kembali semangat dengan mengenalkan Rumah Peradaban di TPQ kompleks sebelah, saya pun mulai kembali menemukan gairah. Mencoba menemukan formula yang menyenangkan untuk mau mengajak anak-anak bermain sambil belajar. 

Tidak mudah memang, rasanya seperti sedang 'babat alas' atau menebangi pohon di hutan belantara. Tidak tahu harus mulai dari mana, satu per satu ditebang dengan pohonnya yang berserakan di mana-mana. Namun, kalau dilakukan terus menerus dan konsisten, pasti akan bisa tertebang semuanya.

Saat anak saya menanyakan "Cita-cita Bunda apa?" 

Ketika itu aku baru sadar kalau aku sudah lagi tak punya cita-cita seperti dulu. Motivasi terbesarku sekarang adalah menjadi orang yang lebih baik dari kemarin, lebih bermanfaat dan memiliki keluarga yang sholeh sholehah dan sehat juga bisa menyampaikan gelombang kebaikan lebih panjang dan besar tanpa putus. 

Mungkin bukan tentang pencapaian yang bisa dibanggakan oleh banyak orang, tapi paling tidak keluarga dan lingkungan di sekitarku merasakan kenyamanan dari keberadaanku. Setiap orang punya caranya sendiri untuk membuat lingkungannya nyaman. Bagiku, tidak terlalu banyak bergaul dengan orang dewasa membuatku menjadi tidka produktif. Terlalu melihat pencapaian orang lain membuatku menjadi tidak bisa objektif pada usaha yang kulakukan. 

Mungkin memang tidak seberapa, mungkin memang kecil dan berjalan pelan, tapi yang penting terus berjalan, terus melangkah, semoga Allah menjadikan usaha kecil ini menjadi berkah, menjadi amal ibadah yang meski tidak banyak berpengaruh tapi bisa memberikan sedikit menjernikah keruhnya air. 

Sudah sejak lama aku ingin memiliki perpustakaan kecil yang bisa menjadi tempat yang nyaman untuk anak-anak bisa berekspresi. Perpustakaan adalah tempat yang nyaman untuk mereka mencari apa yang mereka inginkan, mereka butuhkan, mereka ingin tahu yang akhirnya saya mengharapan ini bisa menjadi tempat yang nyaman untuk mereka berkreasi, bertukar pikiran, bertukar ide bersama teman-temannya.

Namun, tentu ini tidak bisa instant. Bahkan, saya pun sering semangatnya up and down untuk bertemu dengan mereka. Kadang melihat mereka yang tidak memiliki motivasi. Awal menjadi pengelola Rumah Peradaban bersama Mbak Ira, saya memiliki semangat yang menggebu, banyak ide di kepala yang akhirnya bisa dieksekusi beberapa. Sampai akhirnya semangatku mulai mengendur ketika dia pindah dan aku harus berjalan sendiri menapaki ketidakpastian kegiatan di Rumah Peradaban.

Kumulai memperkenalkan Rumah Peradaban dengan anak-anak TPQ di sekitar rumah. Ada yang sangat senang, tapi ada juga yang hanya melihat. Anak-anak kompleks malah semakin kendor, semakin tak bersemangat apalagi untuk membaca. 

Disaat yang sama, ketika saya sedang merasa lelah, saya pun malas untuk bertemu mereka yang kadang sengaja keluar untuk menghindari saya. Meski kadang ketika saya sadar, itu adalah bagian dari ujian. Tak ada sesuatu yang instant. Ada orang-orang yang mendukung gerakanmu, meski butuh perjuangan yang cukup keras.

Berawal dari semangat kalimat "Butuh orang sekampung untuk mendidik satu anak" dan "membuat gelombang kebaikan menjadi terus lebih besar tanpa putus" adalah dua kata motivasi yang membuat saya kembali bersemangat. Meski antusiasnya memang tidak besar, yang penting terus bergerak dan terus berjalan. Saya hanya harus terus berjalan, perbaharui niat, menjadikan setiap langkah adalah niat untuk ibadah untuk mencari ridho Allah SWT bukan untuk mendapat penghargaan manusia.

Belajar untuk upgrade ilmu diri sendiri, belajar untuk upgrade ilmu membersamai anak-anak dan membuat sebuah langkah kecil untuk membuat sedikit perubahan. Mulai dari diri sendiri, mulai dari apa yang bisa dilakukan, evaluasi demi evaluasi terus dilakukan untuk bisa terus berjalan dengan niat yang tulus. 

Memeperkenalkan Ilmuwan Muslim yang ada di poster Paket Buku 64 Sahabat Teladan Utama di Rumah Peradaban Pagutan

Sharing Session tentang "Read Aloud" di Rumah Peradaban Pagutan oleh Mbak Winda
 
Saya pun belajar sebagai langkah mencari ilmu tak pernah ada batasnya.

Mbak Winda membacakan nyaring untuk anak-anak cerita tentang Tikus dan Singa untuk anak-anak Rumah Peradaban

Anak-anak membaca mandiri setelah kegiatan TPQ di BTN Griya Pagutan Indah

Menyalurkan buku wakaf untuk TK/PAUD di Mesanggok yang membutuhkan buku bacaan untuk bisa dibacakan kepada anak didiknya. Melalui literasi, mereka diharapkan memiliki pengetahuan lebih luas terutama siroh sehingga memiliki teladan yang nyata dan benar.

Buku terbitan Sygma Daya Insani di Rumah Peradaban Pagutan semakin bertambah, semakin banyak dan bermanfaat. MasyaaAllah

Menyalurkan buku wakaf Paket 24 Nabi dan Rosul terbitan Sygma Daya Insani


_ceritaVenti_

Comments