Lihat mereka,
mereka bahagia dengan hidup mereka. Mereka bahagia dengan apa yang mereka
miliki meski orang lain menganggap mereka serba kekurangan. Kekurangan bukan berarti tak bisa bahagia karena
bahagia itu sederhana. Bahagia itu bagaimana kita bersyukur pada apa yang kita
miliki, bukan bagaimana memiliki segalanya.
Sebuah
rumah di pinggir pantai cemara ditinggali sebuah keluarga menjadi satu-satunya
penghuni pesisir pantai itu. Sepasang petani rumput laut dengan empat anak
mereka yang masih kecil-kecil. Mereka hidup bahagia meski jauh dari
perkampungan dengan segala keterbatasan yang ada. Warung terdekat dari tempat
itu sekitar 15km. Entah berapa hati sekali mereka pergi ke kota untuk membeli
bahan makanan dan berapa banyak uang yang mereka bawa. Tak pernah terlintas di
benak kita bagaimana sulitnya jauh dari tetangga, jauh dari tempat belanja dan
jauh dari segala kenyamanan yang dibutuhkan setiap kehidupan. Namun, mereka
masih bertahan sampai bertahun-tahun hidup dalam ketenangan pantai itu.
Menjadi petani rumput
lauta adalah pilihan mereka. Setiap kali menjual rumput laut ke Pasar Keruak
yang berjarak puluhan kilometer, saat itulah mereka membeli bahan makanan yang
harus cukup sampai bisa menjual hasil panen mereka lagi. Tak ada yang lebih membuat
mereka bahagia selain bisa membuat perut mereka tetap tenang dan bertahan
hidup.Tidak disibukkan dengan keinginan keinginan dan kebutuhan yang muncul
akibat hidup bertetangga di tengah komunitas dengan berbagai macam karakter
orang. Bahkan sekolah putra-putri mereka pun bukan menjadi prioritas dan tak
pernah ingin mereka lakukan. Yang penting bagi mereka adalah tetap bertahan
hidup sampai ajal menjemput mereka. Itulah bahagia dalam benak mereka.
Kesederhanaan
arti bahagia yang lain masih tak jauh dari pesisir pantai. Setelah ujung Lombok
Timur agak ke Selatan di daerah Keurak Jerowaru, bahagia yang lain ada di
daerah timur Pulau Lombok. Sambelia menjadi tempat yang banyak pantai indah yang
banyak dikunjungi sebagai tempat wisata. Sebuah pemandangan indah saat melewati
jalanan disana adalah sebuah motor yang melaju di depan kami. Berboncengan dua
bocah yang belum terlalu dewasa. Ia yang memegang kemudi mungkin umurnya belum
sampai 20 tahun dengan sweater menggunakan pakaian lusuh dengan membawa sekarung
rumput di jok belakang dan bagian depan motor maticnya. Seorang anak kecil
berusia sekitar 10 tahun duduk di belakang karung rumput di jok ujung belakang
dengan menggunakan pakaian serba panjang dan penutup kepala yang sama lusuhnya.
Dua anak lelaki itu mencari rumput untuk ternak di rumahnya.
Mereka bahagia bisa
berguna untuk meringankan beban orang tuanya meski harus berpanasan sehingga
menggunakan penutup kepala. Meski motor dengan pengemudi tanpa helm itu
terombang ambing, tapi tak ada sedikitpun si anak kecil di belakang
terpelanting. Megikuti irama motor itu berbelok, badan si kecil pun ikut meliuk
liuk tanpa jatuh. Sepertinya mereka sudah terbiasa. Anak kecil itu masih
bertahan disana, teguh di jok belakang tanpa mengeluh. Menikmati setiap hari yang
mereka lakukan untuk meringankan beban orang tuanya dan memberi makan makhluk
Tuhan yang lain sebagai kodrat sebagai khalifah di bumi.
Itulah
bahagia, sederhana bukan?
Tak
harus memiliki segalanya untuk bahagia, tapi bagaimana apa yang ada di depan mata
itu menjadi berharga dan bermanfaat untuk kita dan orang-orang di sekitar kita. Bahagia bukan berarti untuk diri sendiri, tapi bahagia ketika bisa membuat orang lain bahagia juga. Membuat mereka bahagia dengan kebahagiaan yang kita rasakan. Bahagia bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk mereka yang ada di sekitar kita.
Comments
Post a Comment