Satnite Saribaye di Lingsar

 Weekend di tengah Penilaian Akhir Semester si Sulung, kami menyempatkan untuk keluar sekedar mencari udara segar. Saya dan suami yang memang sama-sama suka alam memilih untuk ke daerah Lingsar yang pernah kami ingin berkunjung ke sebuah kedai makan yang ada kolam renangnya. Namun, ternyata waktu itu sedang tutup.

Pagi selepas sholat Subuh rencana kami jalan dari rumah, tapi kami urungkan untuk menunggu jam 7. Pertimbangannya adalah kami akan membeli sarapan dulu di jalan sebelum ke sebuah tempat karena khawatir tidak ada makanan untuk sarapan. Air mineral pun tak pernah kosong ada di mobil. 

Selepas membereskan rumah agar ketika pulang sudah tidak pusing beberes, kami pun berangkat menuju Jl. Majapahit untuk membeli lontong sayur yang akan kami bawa sebagai sarapan. Lontong sayur 2 porsi dan mie ayam jakarta 1 porsi untuk anak-anak. Sepertinya cukup untuk bekal sarapan.

Kami pun melajukan kendaraan menuju daerah yang lebih sepi dari hiruk pikuk perkotaan. Namun, anak Bungsu mengeluh lapar mau sarapan. Kami pun membeli 2 bungkus pukis pinggir jalan seharga Rp 10.000,-. Sepanjang perjalanan menuju ke tempat yang pernah kami lewati, kami mengganjal perut 4 orang penumpang dengan 10 potong pukis. Alhamdulillah cukup kenyang.

Menikmati pemandangan pedesaan, saya sambil sedikit meriview pelajaran sekolah yang akan diujikan esok hari, yaitu Vocabullary English. Pelajaran Bahasa asing di sekolah si Sulung masih lisan sehingga harus melatih percakapannya. Pemandangan alam terhampar indah di sepanjang perjalanan kami.

Kami pun melihat ada sebuah pohon yang bagian atasnya ada terlihat seperti gumpalan kapas berwarna putih. 

"Bunda, itu apa?" Nada menunjuk sebuah pohon dengan banyak gumpalan putih yang seperti menyembul dari tempatnya.

"Itu pohon randu, kapuk."

Dia bingung, dia tidak tahu kapuk.

"Kapas?"

"Bukan, itu kapuk. Itu loh, isi kasurnya Uti yang ada di kamar sholat," jelasku.

"Ooooh...itu bukan kapas?"

"Bukan. Kapas dan kapuk itu beda. Kapas pohonnya lain."

Saya pun menjelaskan kalau dulu bantal, guling dan kasur berisi kapuk. Kalau kempes, kami akan menambahkanya agar lebih tebal. Mungkin sekarang sudah tidak banyak yang menggunakan kapuk untuk isian karena kebanyakan bantal guling sekarang berisi Dacron. Kasur pun sudah menggunakan busa, bukan lagi kapuk. 

Perubahan zaman akan membuat banyak hal juga berubah. Ada penemuan baru, akhirnya yang lama ditinggalkan. Hal itu akan terjadi terus menerus, itulah mengapa ilmu pengetahuan itu terus berkembang.


 "Jangan lelah mencari ilmu, Mbak. Takkan habis ilmu kau cari. Tapi ingat juga, jangan sombong atas ilmu yang kamu punya. Allah Maha Segala-galnya, selalu ada yang lebih dari kita. Gunakan ilmu yang kamu miliki untuk bermanfaat karena Allah SWT meninggikan derajat orang yang mau berusaha mencari ilmu. Bukan orang yang pintar lo ya, orang yang mau mencari ilmu. Kalau pintar jadi takabbur, riya', hilang berkah ilmu."


Si Sulung ini memang tipe anak yang penuh dengan pertanyaan. Anak ini punya ketertarikan yang besar dengan lingkungan sekitarnya. Dia punya keingitahuan yang besar tentang apa-apa yang terjadi di sekitarnya. MasyaaAllah, itulah kenapa kami suka memperlihatkan berbagai keadaan alam. 

Sepanjang perjalanan hamparan sawah, sungai dan kolam ikan menjadi bahan kami bercerita. Sampailah kami di sebuah tempat yang sederhana, bangunannya terbuat dari bambu, tapi menyejukkan. Tempatnya di tengah sawah, tenang dan sepi.

Kami memesan makanan kecil dan jus saja disini. Hanya ada kami yang berkunjung pagi ini. Mungkin malam ramai disini, karena nama tempatnya Satnite. Suasana alami pedesaan yang mengusung tema bambu ini sangat membuat nyaman. Musholla dan kamar mandinya pun berbilik bambu. Cocok dengan kami yang senang nuansa alam pedesaan.

Makanan dan minuman yang tersedia disini juga tidak terlalu mahal. Minuman yang berupa jus seharga Rp 15.000,- sedangkan yang lainnya cukup dengan Rp 7.000 - Rp 10.000,- saja. Makanan kecil seperti roti bakar, pisang goreng, mendoan dan sejenisnya kisaran Rp 10.000,- dan untuk makanan beratnya seperti nasi goreng dan mie goreng pun masih sekitar Rp 20.000,- an bahkan ada yang lebih murah.

Pagi ini tidak banyak pengunjung disini, hanya kami berempat yang duduk menikmati pagi di tepi sawah. 















CeritaPerjalananVenti

Comments