Resume Zoom Jelajah WBAC
Oleh dr. Amir Zuhdi (Pakar Neuroscience)
Neuroparentig adalah sebuah konsep pengasuhan berbasis
otak.
Neurosasins adalah ilmu tentang sel syaraf – di bidang
medis kita biasa temukan ilmunya tentang neurologi. Ilmu jiwa masih banyak
menggunakan psyco analisa.
Neuroparenting kajian dari perenungan pengasuhan di rumah
sehingga sampai menemukan model.
Neuron adalah sel syaraf yang membangun otak.
Parenting adalah pengasuhan.
Terlihat tidak ada hubungan, bukan? Namun, aktifitas kita
(proses belajar, marketing, leadership) semuanya akan melibatkan NEURON. Sangat mustahil perilaku manusia tidak
melibatkan otak sebab otak adalah pusat koordinasi yang membuat segala sistem
di tubuh dapat berjalan. Bisa diibaratkan kalau kita hidup ya butuh otak.
Ketika belajar tentang otak yang ternyata sangat istimewa
dan semakin dalam justru semakin banyak yang harus dipelajari sampai tak
terhingga, saat itulah merasakan betapa luar biasa dan Maha Kuasa Allah SWT.
Saat itulah dokter Takjub dengan ciptaan Allah juga takjub dengan Rosulullah
yang zaman dulu sudah mengenal PFC sehingga imannya makin bertambah.
Apa hubungan Neruron dengan Parenting????
Parenting melibatkan Neuron
Neuroparenting adalah sebuah model pengasuhan yang
menggunakan tahapan tumbuh kembang otak untuk mengasuh. Karena otak itu tidak
langsung sempurna, butuh tahapan yang memiliki rahasia luar biasa sehingga
membantu kita merancang proses pengasuhan.
Dari tumbuh kembang otak ini, kita mendapatkan ilmu
pengasuhan berbasis otak.
Pijakan ilmiah neuroparenting (neurosains sifatnya
pelengkap, tidak merusak ilmu lain) adalah memandu untuk mengasuh.
Mengasuh pasti melibatkan otak, poinnya adalah bagaimana
membangun kecerdasan pada anak. Neuroprenting itu pembelajaran tentang otak
yang akan diterapkan dalam pengasuhan sehingga kita akan tahu bagian otak mana
yang perlu diasuh pada periode tertentu dan pada situasi tertentu pada masa
tumbuh kembang anak.
Neuroparenting memberi informasi APA TUJUAN KITA MENGASUH
ANAK??
Meski FAKTANYA: Kebanyakan orang tua tidak memiliki
tujuan pengasuhan.
Jika kita tidak mengawal pengasuhan dengan benar, maka
dampaknya akan sangat FATAL
Belajar neurosains adalah untuk mengetahui stimulus apa
saja yang bisa diberikan sejak anak itu lahir sebagai wujud syukur kita pada
Allah SWT dengan mengoptimalkan kecerdasan anak sehingga upaya dan ikhtiar
mencerdaskan anak dimulai dari mengenal Allah SWT dan menanamkan iman terlebih
dahulu.
Kecerdasan Motorik, Emosi, Rasio, Sosial dan Spiritual fabrikasinya ada di Otak.
Otak terdiri dari 2 lapisan. Otak atas (lapisan luar) biasanya digunakan untuk berfikir, Sedangkan otak tengah dan belakang (sering disebut otak belakang) biasanya digunakan untuk hal-hal otomatis. Misalnya: gerak, emosi. Seperti saat sopir yang sudah mahir, saat menyetir kendaraan jarak jauh akan mengantuk sebab sudah menggunakan otak belakang. Oleh karena itu, biasanya harus diajak bicara agar tidak mengantuk.
Pertumbuhan Otak Terjadi Secara Bertahap sehingga kawal kecerdasan anak 0-12 tahun.
Pada usia 0-7 tahun, Kecerdasan Gerak dan Kecerdasan Emosi perlu diperhatikan.
- Kecerdasan Gerak (motorik kasar dan halus, sensori integrasi) berkembang pesat di usia ini. Kalau tuntas, calistung akan lebih mudah. Maksimalkan kecerdasan gerak dengan mainan yang membuat anak bergerak. Hindari permainan yang membuat anak menjadi pasif. Pancing dia untuk terus aktif bergerak. Kecerdasan ini merupakan persiapan kecerdasan rasio.
- Kecerdasan Emosi dan sensosi integrasi harus tuntas di usia ini. Caranya bagaimana? Berikan ia aturan main saat melakukan permainan. Beri ruang saat bermain dan kalau salah, tapi tidak melanggar aturan, jangan cepat marah. Berikan penjelasan yang jelas tentang aturan yang boleh dan tidak boleh sehingga anak memahami dengan baik maksud dari aturan main yang harus dipatuhi.
- Nutrisi (Berikan asupan gizi lengkap dan baik untuk otak seperti alpukat, sayur, buah dan ikan laut)
- Lingkungan variatif (sarana/tepat main ; berikan kebebasan berekspresi dengan aturan main)
- Aktifitas Fisik ( rangsang untuk terus bergerak fisik)
- Pengalaman Emosi Konstruktif ( Mengasuh anak dengan meletakkan pengalaman emosi konstruktif bernama bahagia. Bahagia itu ketika anak bisa menerjemahkan semua tantangan baik yang sulit ataupun mudah dengan pendekatan bahagia. Hal itu berkaitan dengan pondasi anak tidak tempramen).
- Rangsangan Rasional (mengubah sesuati yang menakutkan menjadi menantang)
Comments
Post a Comment