Masa Tua Teladan Hidup Nyata

Tak ada yang pernah tahu bagaimana hari esok, apalagi nanti saat tua. Saya pun tak pernah membayangkan Bapak akan kerja di proyek hingga masa senja nya. Di usia 60 tahun, kami masih saja harus ikhlas Bapak kerja di proyek sebagai konsultan jalan tol. Malah sekarang menjadi semakin jauh karena proyek di Jawa sudah mulai tak bisa didapatkan oleh perusahaan tempat Bapak bernaung. Apalagi di usia Bapak yang sudah tidak muda dan pendidikan terakhir hanya STM. Meski pengalaman beliau jauh dibanding mereka yang lebih muda dan lebih tinggi pendidikannya, tapi syarat administasi harus dipatuhi.

Saat Si Bungsu masih harus kuliah, Bapak tidak bisa begitu saja berhenti bekerja tanpa ada usaha lain sebagai pemasukan. Saya yang dulu bekerja pun kini tidak bekerja. Sejak menikah, aku tidak diizinkan untuk bekerja. Tentu tidak nyaman rasanya kalau harus terus meminta pada suami untuk keluarga saya. Saya sangat tahu diri, saya membantu sesekali ketika memang ada kebutuhan. Namun, kedua orang tua yang luar biasa itu sangat bisa mengerti. Mereka tak pernah menuntut dan berusaha mengerti keadaan saya. Orang tua yang luar biasa. Alhamdulillah... Semoga senantiasa diberikan berkah dan kesehatan. Diampuni dosanya dan selalu dalam lindunganNya. 

Entah kenapa, saya selalu menitikkan air mata saat menulis tentang mereka. Dua orang tua luar biasa yang sejak kecil sudah mengajarkan kami untuk konsekuen dengan pilihan kami. Mereka tak pernah menyalahkan apapun keputusan kami meskipun itu salah. Mereka tak pernah mengejudge. Kami diajarkan untuk menerima konsekuensi dari pilihan kami. Kami diajarkan untuk tidak mudah terpengaruh dan tetap menjadi diri sendiri dimana pun dan kapanpun. Mereka selalu berpesan kalau kemanapun kami pergi, kami membawa nama Agama dan keluarga. Jadi, bersikap baik dan berbuat baik kapanpun dan di manapun.

Kedua orang tua mereka juga menjadi contoh bagiku. Orang-orang yang hidup sederhana, tidak memiliki keingiann yang berlebihan dan bersahaja. Keempat Mbah meninggal tanpa sakit keras. Mereka meninggal tanpa merepotkan banyak orang. Saya pun berdoa untuk bisa seperti mereka. Masa Tua tidak merepotkan dan bisa bermanfaat bagi orang sekitar sampai akhir hayat.

Mbah yang pertama meninggal adalah Papuq Nina (Nenek dalam bahasa sasak) dari Mamak. Beliau sudah lama mengidap diabetes melitus sejak saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Telapak kaki beliau mulai luka kemudian saat tidak bisa menangani, dirawat di Rumah Sakit. Dua hari dirawat, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Persis saat akan wisuda, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Saat itu, kami sekeluarga sudah pindah ke Lombok. Kami bisa menunggui, kecuali Bapak yang saat itu masih bekerja di Surabaya. Aku pun akhirnya merelakan tidak bisa ikut wisuda selain karena memang sejak awal tidak mau ikut wisuda karena Mamak tidak bisa ke Jawa. Qodarullah, bisa nemenin Papuq Nina yang saat itu masih berumur 60tahunan. Beliau meninggal tanpa diketahui karena seperti tidur.

Mamak bercerita kalau beliau sempat memberi firasat. Beliau meminta Mamak, anak sulungnya merapikan bantalnya karena sudah eluar keringat dingin. MasyaaAllah... beliau sudah tahu kapan beliau akan diambil nyawanya. Sosok yang tak pernah lepas sholat dan wudhu dalam keadaan sakit sekalipun membuatku bersyukur. Memiliki sosok teladan seperti itu. Beliau sakit tanpa mengeluh, masih sempat memperhatikan banyak orang yang disayanginya dan menghembuskan nafas dengan tenang. Bersih dan berseri saat meninggal. Semoga beliau Husnul Khotimah. Ditempatkan di Syurga Allah tanpa hisab. Aamiin....

Selang dua minggu sejak kepergian Papuq Nina, Mbah Kakung di Jawa pun meninggal dunia. Beliau tidak ada sakit parah, hanya masuk angin biasa katanya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, sempat dia ingin bicara dengan Raras, adik bungsuku. Namun, saat itu sudah tidak bisa bicara. tak lama setelah handphone ditutup, telfon berikutnya mengabarkan kalau beliau sudah meninggal.  Meski kami tidak tahu persis bagaimana keadaan beliau saat meninggal, tapi kami yakin beliau insyaaAllah Husnul Khotimah. Beliau sudah merasakan kehidupan yang sangat pahit diasingkan di Pulau Buru selama 14 tahun karena dianggap antek PKI. Surat keterangan ketidakbersalahan beliau datang saat terakhir semua orang harus dipulangkan. Namun, beliau tidak pernah mengeluh. Beliau terus bersyukur atas nikmat Allah dan memanfaatkan sisa waktunya untuk beribadah dan belajar agama yang tak sempat didalaminya saat masih di Pulau Buru. Semoga Allah melebur dosa Mbah Kakung dan menerima amal ibadah beliau, menempatkan beliau di tempat terbaik di sisiNya. Aamiin... sampai sekarang saya bahkan belum sempat berdoa di pusaranya.

Saya tinggal memiliki satu Mbak Putri dan Satu Papuq Mame (kakek dalam bahasa sasak). Mereka pun meninggal tanpa penyakit kronis. Empat tahun kemudian, Papuq Mame Maksum yang meninggalkan kami.  Papuq Mame yang bahkan saat sebelum sholat maghrib masih bercanda dengan saudara-saudaranya, ternyata tengah malamnya meninggal. Sebelum masuk kamar dan sakaratul maut, beliau masih sempat berdzikir lama di depan kamar. Beliau adalah tempat saya bertanya banyak hal tentang agama. Beliau bisa mengajarkan tanpa menggurui dan sesuai dengan tingkat kepahaman kami. Banyak orang shock karena beliau meninggalkan kami begitu tiba-tiba tanpa sakit meski beberapa minggu terakhir Mamak bilang beliau sering berkeringat dingin sangat banyak seperti saat akan meninggal. Banyak yang bilang itu gejala penyakit jantung, tapi memang sudah takdir Allah yang memang harus kami terima. Ternyata, beliau sudah berfirasat pada salah seorang sahabatnya kalau beliau sudah lelah dan akan segera pergi. Sahabatnya bahkan tidak menyangka kalau maksud kepergiannya adalah untuk ke alam kubur. Semoga beliau Husnul Khotimah dan ditempatkan di tempat terbaik di sisiNya juga diampuni segala dosanya. Aamiin


Setelah ketiga Kakek Nenek meninggal, empat tahun berikutnya, Mbak Putri Karsi yang meninggal karena jatuh di depan kamar mandi. Tak ada yang menduga, bahkan aku yang berencana ke Jawa untuk membawa kedua putriku pada beliau belum sempat melakukannya. Mamak yang baru saja sampai Lombok setelah bertemu beliau pun kaget. Entah kenapa Mamak sangat rindu beliau dan ingin bertemu. Sekalian menjenguk si bungsu di Malang, mereka ke Ambarawa untuk bertemu Simbah. Itulah pertemuan terakhir mereka. Sosok yang tangguh itu telah tiada. Hanya doa teriring tetes air mata mengingat beliau yang sangat perhatian. Semoga beliau Husnul Khotimah dan diampuni segala dosanya. Semoga Allah berkenan memberikan tempat terbaik di sisiNya.

Mereka adalah sosok inspiratif bagi saya. Sosok yang sederhana, tak pernah lepas wudhu dan sholat. Hidup untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat, terus menimba ilmu agama sebagai bekal kelak saat bertemu Robb nya. MasyaaAllah... Semoga saya bisa meneladani kebaikan mereka. Mereka luar biasa untuk saya. Doa terus kupanjatkan untuk mereka dan untuk kami yang masih hidup agar senantiasa diberikan hidayah, diberi keselamatan di dunia dan akhirat.

Mamak dan Bapak

Simbah Putri Karsi



Comments