Dirumah harus Tetap Waras

Mungkin bukan saya saja yang merasa bosan dan takut pada pandemi yang sedang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia sedang bersama memutus mata rantai virus yang berasal dari kota Wuhan, Cina. Disaat kota asal virus ini sudah mulai bangun, dunia sedang bersama-sama menghadapi ganasnya penyebaran virus baru ini. Tak pandang bulu, virus ini menyerang banyak orang dari segala usia.

Negara meliburkan anak sekolah sejak pertengahan Maret sejak semakin banyak yang terdeteksi terinfeksi Covid 19 ini. Bukan libur, lebih tepatnya memberikan tugas mandiri untuk anak-anak dibantu orang tua di rumah kemudian dilaporkan pada guru masing-masing melalui aplikasi Whatsapp. Memang untuk anak Taman Kanak-kanak seperti Nada, tidak diharuskan untuk menyelesaikan semua tugas karena masih masa bermain. Tugasnya pun lebih banyak tentang perkembangan motorik.

Mamak harus bisa membagi waktu kapan bisa fokus mendampingi si Mbak mengerjakan dan menjelaskan apa yang sedang dikerjakan dengan tetap tidak mengesampingkan si adik yang sedang super duper aktif. Buat video selalu harus dipotong kalau si adik sedang tidak kondusif. Banyak tugas yang akhirnya tidak terekam saat dikerjakan. Namun, mamak nggak pernah mau absen kalau mengaji. Setiap selesai sholat Maghrib, mamak selalu berusaha untuk melancarkan mengaji dan mengulas hafalan si Mbak.

Tidak mudah ternyata melakukan Home Schooling. Harus pandai membagi waktu dan menyesuaikan mood si Mbak yang sangat sulit apalagi bosan karena tidak bisa keluar. Bahkan, untuk main bersama teman pun tidak kami perbolehkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Bukan hanya bermain bersama teman, si Ayah bahkan tidak memperbolehkan kami membeli sayur di bibi sayur. Bibi sayur yang biasa keliling berinteraksi dengan banyak orang dan sayurnya pun sudah dipegang banyak orang. Dia menyarankan untuk membeli yang sudah dibungkus dan sekalian untuk beberapa hari.

Saat bosan melanda, anak merengek, pekerjaan rumah tak selesai, tidak mudah untuk mamak mengontrol emosi. Namun, ingat kalau kebosanan ini belum seberapa dibanding perjuangan banyak orang seperti petugas medis dan pemerintah yang tidak bisa hanya dirumah saja, tapi juga harus turun langsung menghadapi pasien yang terjangkit dan mencegah penyebaran virus semakin meluas dengan menertibkan masyarakat. Rasanya, saya masih belum seberapa dibanding mereka yang sedang mengumpulkan banyak pahala dengan berjuang melawan rasa takut dan kebosanan.

Kebosanan dan ketakutan membuat psikis terganggu. Seperti kemarin melihat berita meningkatnya kasus KDRT selama social distanscing. Tidak bisa dipungkiri, kebosanan dan rasa takut membuat emosi menjadi tidak terkendali. Itulah yang membuat efek negatif bagi orang sekitar, terutama yang setiap hari bertemu yaitu anggota keluarga. Bahkan, ada yang sampai tega menganiaya anggota keluarganya mungkin karena psikisnya tidak sehat.

Saya sadar betul kalau mamak harus sehat psikis bagaimanapun caranya. Apalagi di masa seperti ini. Mamak menjadi orang yang paling khawatir akan kesehatan keluarganya. Di tengah kepanikan, ketakutan dan kebosanan, mamak tetap harus bisa menjaga kewarasan untuk bisa membuat anggota keluarga bahagia. Saat energi negatif menyerang, mamak berusaha untuk bisa menyalurkan endapan emosi agar tidak kemudian berdampak besar pada anak-anak. Anak adalah sosok yang harus bahagia tanpa peduli bagaimana kondisi orang tuanya. Mereka harus tetap mendapatkan kebahagiaan di tengah wabah yang tidak memperbolehkan mereka bermain dengan teman-teman dan bosan di rumah.

Saya berusaha untuk menenangkan si Mbak yang sudah mulai bisa mengkomunikasikan suasana hatinya dengan bilang, "Kapan sih Korona ini pergi? Nada mau main sama temen-temen, Nada mau ke rumah Uti, Nada mau keluar." Sedih Mamak denger begini, tapi harus tetap sabar.

"Sabar ya, Mbak. Tetap berdoa sama Allah, tetap dirumah, semoga Korona nya segera pergi. Segera menjauh, Mbak Nada bisa sekolah lagi, bisa keluar lagi." pengen nangis rasanya mendengar itu, tapi Mamak harus memperlihatkan ketegaran dan kegembiraan biar si Mbak nggak ikut baper.

"Nada udah berdoa terus, tapi belum pergi juga."
"Berdoa itu harus terus dan sungguh-sungguh. Kalau Mbak sungguh-sungguh, Allah pasti mengabulkan doa Mbak Nada."

Ujian kesabaran banget buat Mamak. Kadang, kalau ada selisih paham sama si Ayah juga jadi baper karena tumpukan suasana hati yang tak bisa terungkap. Bersimpuh di hadapanNya, mencurahkan semua padaNya, menyerahkan semua padaNya dan meminta kekuatan dan kesabaran untuk mengahdapi semua ini. Tak ada satu hal pun yang terjadi tanpa izinNya. Sadar kalau ini adalah ujianNya, pasti akan ada jalan keluar dariNya.

Meski Ramadhan terancam tidak ada sholat tarawih dan mungkin Iedul Fitri pun terancam terbatas, semoga ini bisa menjadi pembalajaran untuk lebih dekat denganNya. Allah sedang mengingatkan kita untuk introspeksi diri, dirumah, bersama orang terdekat dan mengalahkan semua ego untuk bisa bersama saling menguatkan, bukan saling melemahkan.



Comments