Gagal Ginjal, Sebuah Refleksi Hidup



Kondisi kesehatan Bapak semakin tidak stabil. Sejak harus menjalani Hemodialisa, tubuhnya menjadi lebih lemah dan emosinya tidak stabil. Tejadi perubahan perilaku pada beliau yang lebih sering marah-marah dan tak sadar dengan apa yang beliau lakukan. 

Sering terlihat seperti orang yang sedang sangat marah dari sorot matanya. Semua orang dimusuhinya, semua orang salah di mata beliau. Perubahan emosi yang sering naik turun seketika sempat mengejutkan kami. Beberapa kali bahkan beliau terlihat seperti akan memukul. Berkali kami ingatkan, tapi sepertinya sudah tak bisa paham apa yang kami katakan. 

Sejak awal dinyatakan harus Hemdialisa karena performa ginjal sudah sangat tidak baik, ini membuat kami terpukul meski kenyatan ini sudah kami prediksi. Terutama Ibu mertua yang ketika itu akan berangkat menunaikan Ibadah Haji, beliau harus mengikhlaskan urusan bapak kepada kami. 

Sepulang Haji, Ibu menemukan kondisi Bapak yang tidak seperti dulu. HD rutin seminggu dua kali dibarengi dengan beberapa kondisi yang bagi beliau mengejutkan,

1.  Tekanan darah tinggi yang tidak stabil, 
2. Kondisi tubuh yang melemah, mudah demam
3. Kondisi emosi yang tidak stabil
4. Gangguan pencernaan seperti konstipasi juga menyertai pasien HD
5. Hb yang sering menurun sehingga perlu transfusi darah secara berkala

Kondisi-kondisi tersebut membuat Ibu mertua kembali terserang maagh. Beliau banyak mengkhawatirkan kondisi suaminya. Kondisi psikologis beliau yang tinggal berdua dengan suami, dua putranya sudah menikah, sudah tinggal mandiri dan tak ada yang tinggal bersama beliau. Tentu ini menjadi salah satu penyebab mereka merasa sendiri, tidak ada teman bicara, tidak ada kesibukan dan berkutat dengan penyakit yang makin hari makin bertambah seiring dengan kondisi tubuh yang semakin banyak merasakan sakit.

Ibu mertua pasca rangakaian pengobatan kemo, ada pengeroposan tulang belakang sehingga rutin minum obat dan suntik setiap bulan ke RS Provinsi. Kondisi bapak yang sering lemah, mudah demam, mudah lemas membuat Ibu semakin tinggi kekhawatirannya. 

Membersamai oranag tua yang sakit tentu memiliki tingkat sensifit yang lebih tinggi. Beliau merasa tidak berdaya, tidak bisa bebas bepergian yang dulu sangat suka bepergian dan merasa kesepian karena sejak dulu rumah beliau selalu ramai dengan banyak orang. 

Banyak hal yang harus berubah dan harus diterima. Meski memang psikologis orang tua itu berbeda. Kesepian, sakit, kekuatan dan situasi dan kondisi yang sudah tak seperti dulu membuat mereka menjadi lebih banyak khawatir dan sedih. 

Dari mereka kami belajar bahwa ketika keadaan berubah, kita harus siap menghadapinya. Tubuh yang semakin tua, tentu lebih banyak merasakan sakit.  Banyak yang berubah dan harus diterima dengan ikhlas sebagai bentuk ibadah. Bukan berarti dibiarkan sendiri, tapi kesendirian adalah sebuah refleksi untuk muhasabah atas kehidupan yang telah dijalani.

_Cerita_Venti_

Comments