Eksplore Lombok Tengah: Dari Sengkol ke Pantai Mawun

 11 Januari 2025



Weekend menjadi waktu yang paling dinanti anak-anak. Beberapa minggu terakhir ini kami tidak banyak keluar karena curah hujan yang tinggi membuat kami tak leluasa untuk bepergian. Bahkan, saat libur sekolah, kami hanya bisa berdiam di rumah. 

Libur weekend kali ini kami menyempatkan keluar karena melihat cuaca dua minggu terarkhir yang curah hujannya semakin sedikit. Awalnya kami berniat ke arah Sekotong, tapi melihat Mataram kembali hujan lebat dan ringan yang mulai mengguyur, Ayah ragu mau melanjutkan perjalanan ke arah Sekotong. Ditambah melihat prakiraan cuaca daerah sana dari BMKG yang menginformasikan akan hujan ringan sepanjang hari, kami sempat mau putar balik ke arah Senggigi, tapi akhirnya kami memutuskan berjalan ke arah Pantai Kuta Mandalika. Meski sedang tinggi curah hujan, daerah sana lebih sedikit curah hujannya. 


Ini buku pemberian teman Bunda. Nama Bu Esti. Semakin banyak teman, semakin banyak rezeki seperti ini. Mbak Nada suka buku ini karena bacaannya sedikit dan kata-kata motivasinya bagus katanya. Perjalanan diawali dengan review buku ini oleh Mbak Nada.


Sebelum sampai di area Pantai Kuta Mandalika, kami mampir makan ayam bakar khas daerah Sengkol yang katanya Ayah sambalnya enak untuk yang suka pedas. Ayam Bakar Inaq Lian ada di Sedo, Desa Sengkol Kec. Pujut, Lombok Tengan (depan RS Mandalika). 

Meski gerimis masih terus mengiringi perjalanan kami, tapi warung makan ini cukup ramai. Ada 10 berugak yang disediakan untuk pengunjung menikmati hidangan, hanya ada 2 berugak kosong yang langsung terisi oleh kami yang baru datang. Orang datang silih berganti untuk makan di warung makan ini. 
 
Ayam yang dibakar adalah ayam kampung asli. Tentu saja dagingnya lebih alot daripada ayam kota. 

Ayam kampung dibakar secara sederhana di bagian depan warung. Tanpa bumbu, ayam yang sudah ditusuk langsung dibakar diatas arang.


Supaya tidak bosan menunggu, saya meminta anak-anak menggambar bebas yang nanti diceritakan 

Hari ini cukup ramai pengunjung, kami harus menunggu sekitar lebih dari 15 menit dari pesan sampai makanan datang. Pesan makanan disini tidak perlu memilih menu karena menu disajikan dalam satu dulang yang bisa dimakan untuk 2-3 orang. Isinya ada ayam bakar yang sudah dipotong, sambal satu piring, tempe tahu dan terong goreng dalam satu piring, sayur kelor dengan rebung satu mangkok kemudian nasi disiapkan dalam bakul disesuaikan dengan jumlah orang. 

Kami pesan porsi untuk dua orang, ternyata nasinya banyak sehingga bisa dimakan bersama anak-anak. Namun, karena ayam bakarnya agak susah dikunyah, anak-anak memilih untuk makan satu ayam. Mereka lebih banyak makan sayur bening dan tahu tempe. 

Satu piring sambal yang sangat pedas kami habiskan berdua. Alhamdulillah perut aman sementara.


Perjalanan ke Pantai Mawun

Kami melanjutkan perjalanan tanpa arah tujuan. Ayah mengajak kami ke Pantai Mawun, dari review di tiktok, pantai ini cukup bagus. Sudah dua kali saya kesana, pantai itu memang tidak terlalu ramai, ombaknya tenang karena berada di teluk dan bersih. Semoga masih tidak jauh berbeda dengan dulu karena semakin ramai pengunjung, biasanya pantai akan menjadi makin kotor. Ini yang sangat disayangkan.

Kami maih harus menempuh jarak sekitar 18 km untuk sampai di Pantai Mawun karena letaknya yang masih lebih jauh dari pantai Kuta Mandalika. Sebelum sampai di Pantai Mawun, kami sempat mampir di kawasan Kuta Mandalika untuk membeli camilan takut selama perjalanan sulit menemukan tempat beli camilan. Daerah itu masih jarang pedagang karena kami pernah melewatinya. 

Perjalanan dari Kuta Mandalika sampai Pantai Mawun tidak lebih dari 30 menit dengan kecepatan sedang. Dari area Kuta Mandalika, kami harus melewati bukit yang cukup tinggi sehingga pengendara perlu memiliki kemampuan untuk bisa sampai  Jalan menuju Pantai Mawun sudah bagus, aspalnya halus. Namun, akses masuk Pantai memang masih tanah berbatu sehingga becek saat musim hujan. 

Tiba di sana, hanya ada beberapa pengunjung wisatawan asing. Ada 4 orang dengan 2 motor. Serasa pantai milik pribadi. Sudah banyak berubah sejak terakhir saya kesini bersama anak-anak munngkin 5 tahun yang lalu bersama Mbahnya anak-anak. Berugak-berugak berubah menjadi warung-warung. Tinggal satu berugak yang sudah rusak. 






Tempat parkirnya tak terlalu luas dan banyak kotoran berserakan. Tempat sampah tidak banyak ada disini. Sampah ditaruh begitu saja di satu tempat. 






Anak-anak bebas bermain air dengan ombak yang landai


Perlu perjalanan yang cukup berliku untuk sampai di Pantai Mawun yang indah dan tenang ombaknya ini. Seperti kehidupan kita yang terkadang perlu menempuh jalur yang terjal dan sulit, melewati bukit dengan menaiki dan muruninya bahkan belum sampai. Masih harus melewati jalan berliku dan kadang berbatu untuk bisa sampai di tujuan indah. 

Tak sesuai bayangan di awal, tapi tak kecewa dengan keindahannya. Pantai Mawun telah mengalami banyak perubahan. Sama seperti kehidupan, akan berubah pada masanya mengikuti zaman. Dulu, tidak banyak orang yang makan saat ke pantai, tapi sekarang, orang datang ke pantai tanpa bawa bekal sehingga pedagang memberi kenyamanan tempat untuk mereka menikmati pantai sambil menikmati makanan ringan ataupun ikan bakar. 

Berugak gratis berganti dengan warung yang dibuat dengan banyak kursi. Selain itu, kursi santai pinggir pantai juga disediakan menikmati pemandangan pantai yang ada di samping bukit membuat ombaknya lebih tenang.

Bermain air di pantai ini cukup aman karena selain ombaknya tidak kencang. Bilas pun sudah disediakan 2 kamar mandi, satu kamar mandi laki-laki, satu lagi untuk perempuan. Meski bangunannya sudah baik dan tertutup, tapi ternyata fasilitas di dalamnya kurang memadai. Baknya kotor dan klosetnya juga terlihat masih kuning karena seperti kerak besi. Mandi disini berbayar Rp 5.000/orang untuk air dan pemeliharaan. 

Di sini tempat sholatnya masih kurang memadahi, untung kami sudah sholat di Masjid daerah Kuta sehingga sampai sini sudah tidak mencari tempat sholat. 

Kami memutuskan pulang pada pukul 17.30 WITA untuk menghindari terlalu gelap di jalan. Meski sudah menjadi tempat wisata yang ramai dikunjungi, tapi kami tetap antisipasi kalau ada orang yang berbuat tidak baik karena daerah ini masih terkenal rawan orang jahat.

Tidak sampai 45 menit, kami sudah sampai di kota Mataram melalui jalan yang tak kalah berliku, tapi tidak perlu melati bukit yang tinggi. 

_Cerita Venti_

_Cerita Venti_



_cerita Venti_

Comments