Menilik Sejarah di Masjid Kuno Bayan Beleq

Lombok yang banyak dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Masjid, pulau ini tidak pernah sepi ketika waktu sholat tiba. Semua Masjid dan Musholla bersahutan mengumandangkan adzan, mengingatkan semua untuk bersegera menunaikan ibadah wajib sebagai hamba. Meski hidup berdampingan dengan umat agama Hindu yang juga banyak tinggal di Lombok, tapi kerukunan antar umat beragama sungguh terjalin sangat indah. 

Islam masuk ke Pulau Lombok dan menyebar sangat pesat. Disinilah Islam pertama kali masuk ke pulau ini. Daerah Bayan, bagian utara Pulau Lombok. Daerah ini dekat dengan pelabuhan ketika itu. Pelabuhan lama itu sudah tak lagi dipakai oleh masyarakat karena pusat kegiatan sekarang berpindah ke daerah selatan sehingga pelabuhannya pun berpindah.


Kami melakukan perjalanan dari Mataram pukul 08.00 WITA melewati Pantai Senggigi. Nasi kuning yang sudah disiapkan untuk makan siang kami buka di tikungan Pantai Malimbu. Sepanjang pesisir pantai Senggigi menuju Pemenang, banyak pantai dengan spot cantik yang bisa dikunjungi atau sekedar mau berfoto bersama mengabadikan keindahan Pulau Lombok. 


Menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Kota Mataram, kami sampai di sebuah situs masjid kuno Bayan. Konon, ini Masjid pertama yang ada di Pulau Lombok sebagai pusat penyebaran utaman agama Islam. 

Namun, banyak yang menyangsikan karena adanya perbedaan cara beribadah dengan syariat Islam yang sebenarnya. Masyarakat di sekitar masih mempercayai beribadah "waktu telu" yaitu tiga waktu. Mereka beribadah wajib hanya tiga kali dalam sehari, bukan sholat lima waktu seperti syariat Islam. 

Masjid ini terletak di sebuah tanah yang luas, di sekitar pepohonan yang sejuk. Tempatnya masih sangat natural yang ada di atas gundukan tanah yang tinggi dengan bebatuan di sekelilingnya. Bangunan yang terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan ilalang itu terlihat sangat rendah, pintunya pun rendah, perlu menunduk untuk bisa masuk ke masjid tersebut. 




Tidak ada tempat parkir yang luas. Kami parkir di bahu jalan. Ada papan di pinggir jalan yang menunjukkan ada situs bersejarah ada disana. Tidak ada pagar, semuanya terlihat sangat natural seperti sedang mampir ke rumah warga. 

Tidak ada guide khusus saat kami datang. Hanya ada beberapa warga setempat yang berjaga disana, laki-laki dan perempuan, Mereka meminta kami menggunakan kain bagi yang datang menggunakan celana. Namun, yang sudah mengenakan rok, dipersilahkan masuk tanpa harus menggunakan kain bawahan. 

Kain yang kami kenakan harus membayar sewa Rp 10.000,-/kain. Mereka menyediakan kain panjang dengan corak khas sasak berbahan tipis seperti sarung. Baik laki-laki maupun perempuan yang bercelana wajib menggunakan kain. Biasanya kalau rombongan banyak, harga sewa bisa ditawar. 

Kami menuruni anak tangga menuju jalan setapak yang terlihat seperti hutan. Ada lagi berugak yang dijaga oleh satu orang warga meminta kami mengisi buku tamu dan menyumbang seikhlasnya untuk perawatan Masjid. Masjid ini tidak digunakan setiap waktu mengingat luasan yang tidak terlalu besar, tapi masih digunakan di waktu tertentu seperti Maulid Nabi, Idul Fitri dan hari besar Silam lainnya. 



Jalannya masih tanah, kalau datang saat musim hujan sebaiknya perhatikan kondisi jalan. 

Lingkungan Masjis masih sangat terjaga keasriannya. Sejuk dan teduh terasa di sini. 

Masjid Beleq beratap susun dikelilingi bangunan yang mirip, tapi lebih kecil yang merupakan makam penyebar agama Islam disini. Ada nama makan siapa di setiap dinding bangunan berdinding bambu tersebut.

Pondasi terbuat dari tumpukan batu, dinding dari anyaman bambu yang disebut sebagai pagar rancak dan atap terbuat dari ilalang yang disebut Atap Santek oleh masyarakat Dayan Gunung 



Bagian depan Masjid 

Makam para kiyai yang membawa Islam masuk ke Lombok di sekitar Masjid 


tertulis nama orang yang dimakamkan disini

Masjid terletak di daerah yang tidak rata sehingga tangga batu membuat lebih natural. 

Inforamasi tentang Masjid Kuno ada di standing banner yang dipasang di pintu masuk kawasan wisata ini. 

Wisata bukan hanya tentang kesenangan untuk bisa menikmati hidup. Namun, selalu ada hikmah yang bisa dijadikan sebagai cara diri menjadi lebih baik. Kami disuguhkan suasana yang natural di Masjid Kuno ini membuat kami bisa berimajinasi tentang kondisi ketika Islam masuk bebeapa abad yang lalu. Meski dalam keterbatasan, tapi mereka bisa membuat bangunan Masjid yang kokoh hingga hari ini dengan bahan seadanya. 

Bangunan yang tahan gempa dan tempaan cuaca. Masih berdiri kokoh dengan perawatan yang terus menerus. Mencerminkan iman bila terus dirawat dan istiwoqomah, akan terus bertahan lama. Pondasi yang kuat tak mudah goyah diterpa gempa maupun cuaca. 

Mempertahankan tak lebih mudah daripada meraih, tapi ia yang mampu mempertahanakan adalah pemenangnya. Itulah istiqomah. 


_Cerita Venti_

Comments