Sepenggal Rasa untukmu

Tidak ada yang bisa mengatur seberapa dekat hati itu terpaut. Seberapa lama bersama pun tak bisa mengatur keterkaitan hati. Rasanya ini bisa menggambarkan yang terjadi pada kita saat ini. Meski sudah kenal lama sejak menjadi warga disini, tapi rasanya kedekatan itu begitu melekat di hati baru beberapa waktu terakhir ini. 

Saat kumerasa ada kecocokan di setiap cerita. Ada yang membuat hatiku terpaut saat bercerita, melempar ide dan berbagi ilmu. Rasanya pertemuan denganmu selalu menjadi saat yang menyenangkan bagiku karean selalu mendapatkan sesuatu yang baru dan membuatku menjadi lebih bersemangat. Aku yang haus ilmu dan terkadang kelebihan isi kepala rasanya bisa tersalurkan bersamamu.

Aku mendengar beberapa cerita tentang yang sedang kau alami, tapi aku sengaja diam. Sudah banyak pasti yang menguatkanmu dan aku memilih menguatkanmu dengan caraku. Mengalihkan perhatianmu untuk bersama menyebar kebermanfaatan. Dan sampailah pada ujungnya, kau pun akhirnya memutuskan untuk move on. Memilih jalan yang untuk saat ini terbaik untukmu dan anak-anak juga keluargamu. Semoga Allah meridhoi langkahmu.

Tak ada yang tahu suratan takdir yanditulis di Lauh Mahfudz untuk kita. 

Tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada kita esok.

Berbuat baik dan terus melangkah di jalan yang baik adalah sebaik-baik keputusan untuk menjalani kehidupan.

Rasanya tak pantas menanyakan kenapa harus dirimu yang menerima cobaan ini.

Allah SWT tentu lebih tahu tentang apa yang digariskan padamu.

Banyak yang bilang, "Kenapa harus orang sebaik kamu yang menerima ini?"

"Kenapa harus kamu yang tak pernah menyakiti hati orang lain?"

"Mengapa tega padamu yang masih memiliki dua buah hati yang masih sangat kecil?"

"Tega sekali padamu yang begitu baik dan lembut, tulus mendampingi anak-anak, menjaga dan merawat juga tulus kepada mertua yang selalu menjadi andalan disaat dibutuhkan."

Aku adalah saksi begitu banyak kebaikanmu. Kau yang periang, cerdas, lembut, sayang anak-anak, tulus kepada semua orang, tak pernah mau menyakiti orang lain, tak ingin melukai orang lain dan selalu bisa menjadi sosok yang bijaksana di setiap situasi.

Meski sudah sejak lama kenal, baru beberapa waktu yang lalu kita dekat. Aku tahu kalau kau adalah orang yang nyaman untuk tempat berbagi cerita ketika aku mulai mengenal banyak orang di tempatku tinggal. Sempat menyesal kenapa baru-baru ini dekat denganmu. Menyesal kenapa baru-baru ini banyak belajar darimu, tapi tentu ini sudah menjadi bagian dari ketetapanNya.

Aku tahu kebaikanmu, kelemahlembutanmu, kebijaksanaanmu. Banyak orang mengakuinya. Sempat memang aku berfikir seperti mereka menyalahkan orang yang menyakitimu dan anak-anak. Tega sekali membuat kalian seperti ini. Tega sekali tak memedulikan kalian. Padahal, kau adalah orang yang sangat baik. Tak pantas rasanya kau yang mendapatkan perlakuan seperti ini. Hampir tak kutemukan cela di dirimu. Merawat anak-anak dengan sangat baik dan tulus. Berbuat baik kepada mertua sebisa yang kau lakukan di setiap saat. Kau tetap tersenyum bahkan disaat tersulit yang kau hadapi. Kau ada untuk mereka di sekitarmu dengan mengesampingkan banyak beban yang sedang kau pikirkan. Kau tak pernah henti memberi kebaikan di setiap waktu yang kau punya.

Namun, aku sadar kalau Allah SWT tentu memiliki maksud di setiap peristiwa yang ditetapkan kepada makhlukNya. Kau adalah orang pilihan. Mungkin kau sedang dijauhkan dari ketiakbaikan. Mungkin kau sedang dijaga untuk terus bisa melakukan kebaikan, meski harus merasakan perih yang teramat terlebih dahulu. 

Banyak yang sudah tahu cerita tentang dirimu dan banyak yang berempati padamu. Banyak yang mendoakan kebaikan untukmu dan keluargamu. Bahkan, aku salut padamu, anak-anak dan keluargamu yang sungguh menerima ini sebagai ketetapanNya. Sungguh hamba yang luar biasa.

Aku pun pernah mengalami ujian yang besar dan hebat sebelas atau dua belas tahun silam. Rasanya saat itu kami pun hancur. Ombak seperti membuat bangunan rumah kami hancur menjadi puing-puing. Putus asa, kecewa, marah, semua bercampur menjadi satu. Namun, Bapak menguatkan kami dengan terus mengingatkan untuk yakin pada Allah SWT. Tak ada sebuah peristiwa pun yang terjadi tanpa ada hikmahnya.

Kami yang sedang sama-sama merasa terpuruk saling menguatkan dalam doa. Ikhtiar berbagai cara, berdoa tanpa putus, mohon ampun dan mohon kekuatan padaNya. Air mata tak henti mengalir, rasa ini begitu berat. Ditambah semua mata seolah sedang menyalahkan kami, menghujat kami, menertawakan kejatuhan kami. Entah apa arti pandangan mata itu. Namun, aku tahu beratnya tempaan peristiwa yang terjadi pada kami saat itu. Kami tak tahu apakah itu cobaan, ujian atau bahkan azab bagi kami. Kami menjalaninya dengan ikhlas dan berusaha kuat meski sangat berat. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk hijrah kesini.

Saat tahu kau pun memutuskan untuk hijrah, rasanya aku pun sedikit merasa senang meski juga sedih. Senang karena kau akan menemukan tempat yang insyaaAllah lebih nyaman untukmu dan anak-anak melanjutkan perjalananan kehidupan kalian, tapi jujur aku pun sedih karena kehilangan partner mengurus Rumah Peradaban sepertimu. Meksi kita baru benar-benar dekat tidak lama, tapi rasa ini sudah terikat erat. Merintis Rumah Peradaban ini bersamamu adalah sebuah kebahagiaan bagiku. Kau yang ketika pertama kali kuceritakan tentang ini langsung antusias, semua ide yang kulempar selalu bisa kau sambut dengan menjadi sebuah kegiatan yang nyata dan utuh, juga kau yang selalu bisa diajak share banyak hal.

Aku belajar banyak darimu, terimakasih telah berbagi banyak rasa, banyak ilmu dan banyak cerita. Aku yakin kau akan menemukan kebahagiaan di setiap langkahmu karena Allah SWT selalu menjadi penguatmu. Meski kau tak pernah menceritakan tentang apa yang kau alami dan aku tidak tahu apa yang sebenar-benarnya karena hanya mendengar cerita, tapi kau adalah sosok yang inspiratif bagiku.

Pasti akan sulit menemukan teman seperti dirimu. Aku bukan tipe orang yang mudah berteman dekat, tapi denganmu aku menemukan banyak arti. Kukuatkan hatiku untuk melepasmu meski sejak kutahu kau akan kembali ke tanah kelahiranmu rasaku begitu campur aduk. Aku senang kau akan memulai jalan lain yang insyaaAllah lebih baik bagimu bersama orang-orang yang menyayangi dan mendukungmu. Namun, aku juga sedih jauh darimu yang selama ini melengkapiku dalam setiap langkah merintis Rumah Peradaban ini. 

Peluk hangat dariku, Sahabat till Jannah. Semoga silaturahim kita tetap terjaga. Tularkan lebih banyak kebaikan dan semoga kita sama-sama bisa membuat gelombang kebaikan semakin luas meski jarak memisahkan.




Comments