Produktif di Usia Senja

 Ramadhan, tak jauh berda dengan tahun lalu. Masih dalam masa pandemi dan masih dalam masa yang tidak mudah bagi banyak orang. Masih berusaha untuk kembali bangkit dari segala peristiwa yang telah terjadi yang menguatkan dan menjadi pengingat. 

Mataram sangat terasa perbedaannya meski sudah mulai diperbolehkan untuk berjualan dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, bagi banyak pedagang, sangat terasa perbedaannya dari yang dulu. Penjualan menurun, tapi mereka tetap bersyukur. Tak jarang harus banyak kembali, tapi mereka tetap optimis dalam membuka lapak setiap harinya. Tak ada kata menyerah dalam ikhtiar, tak ada kata putus asa, yang mereka yakin adalah rezeki sudah diatur sedemkian rupa untuk disyukuri apapun hasilnya. Nyatanya masih bisa hidup adalah sebuah karunia yang luar biasa.

Ramadhan kali ini, qodarullah diberikan kesempatan untuk menemani si Ayah di Lombok Timur. Meski biasanya memang terbiasa sendiri saat di Lombok Timur, tapi puasa menjadi moment yang berbeda bila sendiri. Dia pun mengajak kami untuk turut serta bersama menikmati Ramadhan Kareem di timur pulau kecil ini. 

Kebetulan, orang tua saya tinggal tidak jauh dari tempat kami tinggal di Lombok Timur. Kami pun berkesempatan lebih banyak bersama dengan Uti nya anak-anak, meski Kakung masih harus proyek di Manado dan memang tak bisa pulang lebaran nanti karena larangan mudik. Tidak mudah memang, ingin sekali berkumpul bersama di Hari Raya kemenangan umat muslim ini, tapi Allah sudah mengatur semua dengan indah. Yakin saja akan ketetapanNya. Hanya doa yang menjadi senjata kami untuk terus bisa menjadi lebih baik.

Melihat Lombok Timur yang begitu tenang, nyaman dan nyaris tanpa pengemis, berkebalikan dengan Mataram yang semakin menjamur pemulung dan peminta-minta. Bukan kali ini saja, tapi sudah sejak beberapa tahun yang lalu, setiap akan hari raya, banyak orang berbondong-bondong jalan keliling ke kompleks di kota-kota untuk meminta hol (istilah THR) bagi mereka. Bukan mereka yang sudah renta, tapi justru mereka yang masih muda dan segar yang berkeliling bersama beberapa orang seumuran mereka mengucap salam di depan rumah orang untuk meminta-minta.

Ini sudah seperti menjadi kebiasaan bagi mereka yang nyaman meminta-minta. Padahal Allah sudah memberi jalan zakat yang bisa dikeluarkan di bulan suci ini. Mereka yang mau bersyukur bisa mendapat rezeki dari banyak cara Allah memberinya tanpa merendahkan diri dengan meminta. Namun, nyatanya hal itu sudah menjadi kebiasaan yang sudah tak memikirkan rasa malu lagi. Bahkan sekarang, banyak yang menggendong anak sambil meminta dan memulung di jalanan untuk menarik belas kasihan orang. Sungguh menyedihkan,

Berbeda dengan di Lombok Timur, masih banyak bahkan orang yang sudah tidak muda lagi berusaha mencari uang halal tanpa meminta dengan berjualan seadanya. Pasar tradisional misalnya, banyak yang mau berjualan hasil tani mereka yang kadang tak seberapa. Ada pula yang berjualan sayur dan lauk seadanya di rumah untuk tetap bisa menyambung hidup. Namun, mereka pun tak dibiarkan untuk berkekurangan oleh orang di sekitar mereka yang tetap saja memberi sedekah atau apa yang mereka punya untuk tetap bisa makan cukup. 

Ada dua orang yang sudah tak muda lagi membuka sebuah tempat jahit di Paokmotong. Mereka ditemani seorang karyawan yang masih saudara untuk membantu mereka melayani pelanggan lebih cepat karena mereka sudah tidak gesit lagi. Dua orang yang sudah bergelar Haji dan Hajjah itu masih semangat berusaha meski penglihatan mereka sudah tak sejeli dulu, kecepatan mereka juga sudah tak seperti dulu, tapi tak mau menggantungkan hidup pada orang lain. Mereka tetap menjahit dan membuka jasa neci kain untuk tetap bisa menghidupi diri sendiri dan berbagi bersama yang lain.



Comments