Belajar dari Sahabat teman Kerja

 Serelah menikah, otomatis banyak hal yang kita alami. Aku banyak belajar dari orang-orang terdekat yang memutuskan untuk menjadi pengusaha seutuhnya. Mereka mengalami cerita hidup yang sangat berwarna. Mereka mengalami pelajaran hidup yang luar biasa.

Seorang teman yang dulu sama-sama bekerja di sebuah Bank BUMN bersamaku memutuskan menikah dengan seorang pengusaha dari Jakarta. Mereka langsung berusaha memisahkan diri dari orang tua setelah menikah yang meninggalkan aset pemberian orang tua dan berusaha mandiri. Jatuh bangun merintis bisnis bersama dimulai dari memperbaiki keuangan perusahaan yang saat itu kacau. Kebetulan si istri pandai akuntansi, keuangan perusahaan menjadi lebih rapi dan teratur sejak keberadaannya.

Bujang yang kaya akan mimpi itu kini sudah memiliki pendamping hidup yang bisa mengontrol keuangan menjadi lebih teratur. Tahu dimana sebenarnya keadaan finansial mereka. Mereka sama-sama suka mendaki gunung dan menjelajah tempat baru. Mereka suka mengunjungi tempat baru dan masjid di setiap perjalanan mereka untuk mengetahui keagungan Allah SWT. Mereka memiliki mimpimandiri finansial di usia yang muda sehingga bisa berkeliling dunia tanpa memikirkan mencari uang. 

Mereka bekerja keras membangun cabang usaha mereka di beberapa kota. Yogyakarta menjadi kota pertama setelah Jakarta. Mereka menyewa ruko dan membuat toko cabang pertama mereka dengan nama yang sama. Cukup lama mereka tinggal di Yogyakarta, sedangkan toko di Jakarta dipercayakan oleh seorang sahabat sekaligus rekannya mengaji yang sudah dikenalnya sejak lama. Mereka fokus membangun usaha di Yogyakarta.

Setelah itu, mereka kembali membuka cabang di Surabaya ketika keuntungan mereka sudah cukup untuk kembali membuka cabang. Uang yang ada terus diputar. Mereka terbiasa tinggal berpindah-pindah dari ruko ke ruko karena memang belum memutuskan untuk membeli rumah. Mengembangkan usaha menjadi prioritas mereka untuk bisa mewujudkan bebas finansial secepatnya. Merekrut orang-orang yang amanah, dibarengi dengan tawakkal, mereka terus mengembangkan unit bisnis mereka. 

Tidak mudah memang, tapi mereka berusaha untuk terus istiqomah tanapa riba. Namun, mereka tak pernah mengumbar apapun di media sosial tentang keputusan mereka melakukan bisnis tanpa riba ataupun kedekatan mereka padaNya. Mereka berdua tak hanya haus akan finansial, tapi juga haus akan ilmu agama. Mereka mengimbangi dengan menimba ilmu agama dimanapun dan kapanpun. Semakin mereka tahu ilmunya, semakin mereka tawadu'. Aku pun merasa mereka mejadi sedikit tertutup di media sosial. Ada yang berubah, tapi sepertinya mereka sedang memperbaiki diri. Tanpa harus diceritakan, pertemuan demi pertemuan menjadi bukti kalau mereka benar-benar berusaha untuk menjadi lebih baik.

Semakin lama, bisnis si istri yang merupakan teman dan sahabat saya saat masih bekerja dulu memiliki unit bisnis sendiri. Bisnisnya cukup lumayan berkembang hingga membawanya jalan-jalan ke Jepang dan membawa kedua orang tuanya umroh. Ada sebuah cita untuk kedua orang tua yang telah membesarkan mereka. Sungguh hadiah luar biasa bisa mengajak kedua orang tuanya umroh bersama mereka sekalian berjalan-jalan ke Turki. 

Iri? ya, aku iri dengan keistiqomahan mereka, iri dengan kedekatan mereka padaNya, iri dengan kebaikan mereka pada banyak orang, tapi aku tidak ingin menjatuhkan. Aku ikut bahagia melihat kesuksesannya karena aku tahu itu tak mudah. Aku pernah mendengar cerita mereka tertipu oleh sahabat sendiri hingga puluhan juta atau mungkin ratusan juta, dia tak menceritakannya dengan detail. Orang kepercayaan yang sudah dianggap seperti saudara menggunakan uang toko untuk membeli rumah, padahal mereka pemilik toko saja belum punya rumah pribadi sampai sekarang. Hampir semua toko masih menyewa. Rumah pemberian orang tua si suami dikembalikan kepada orang tua karena masih banyak adik laki-laki yang mungkin akan butuh dan mereka ingin mandiri.

Katanya, kalau mungkin tidak kuat iman, mereka bisa gila. Allah menjadi tempat mereka bersandar dan masih bisa berfikir jernih. Teman yang menghianati amanah itu berjanji akan mengembalikan secara mengangsur dan meminta untuk tidak memperkarakan di kepolisian seperti niat awal si suami. Jumlahnya cukup besar sehingga memang cukup terasa berat saat itu, tapi mereka masih dilindungi oleh Allah dengan tidak emosi yang berlebihan. Seketika memang rasanya luar biasa, tapi mereka bisa meredam dan bicara baik-baik.

Tak banyak yang tahu, termasuk orang tua mereka. Mereka berusaha menyelesaikan semua sendiri dan musyawarah dengan teman yang rasanya sudah sulit untuk dianggap saudara. Mereka pun menceritakan itu setelah semua masalah sudah selesai. Mereka tidak lagi mempekerjakan orang itu di toko dan dia pun menepati janjinya mencicil semampunya sampai lunas hutang mereka. 

Selalu ada cerita di balik kesuksesan seseorang. Jangan hanya lihat enaknya saja mereka bisa jalan-jalan terus keliling Jawa dan Lombok, tapi mereka pun juga memiliki masalah yang mereka hadapi. Namun, mereka tak ingin mengumbarnya. Hidup itu sama seperti perjalanan panjang dengan mobil.

Seperti ceritanya saat perjalanan ke Lombok dari Jakarta dengan mobil. Mobil mereka mogok di tengah tol hingga harus menunggu mobil derek selama setengah jam dari fasilitas tol. Kondisi dua anak yang satu masih berumur enam bulan, tentu ini cukup merepotkan. syukurnya, si bayi tidak rewel karena banyak angin di tol sehingga bisa tertidur saat masih menunggu mobil derek. Namun, fasilitas tol hanya sampai di ujung tol saja. Sampai disana, mereka harus mencari bengkel. Mereka pun menggunakan jasa ojek online untuk mencari bengkel terdekat.

Mereka harus menunggu lagi mobil derek bengkel datang untuk membawa mobil mereka yang tidak bisa berjalan sama sekali meski bisa nyala dan masih bisa di gas. Ternyata gigi mobil tidak berfungsi dan ada kerusakan. Perbaikan tidak bisa jadi hari itu karena sparepartnya harus dicarikan terlebih dahulu di Surabaya sedangkan mereka berada di Gresik.

Mereka pun memutuskan mencari penginapan karena si bayi sudah rewel kepanasan dan tidak mau minum ASI ibunya yang mandi keringat. Meski si sulung tidak rewel, tapi sepertinya dia pun lelah. Ternyata di sekitar mereka tidak ada hotel. Harus ke Surabaya dulu baru bisa mendapatkan hotel. Mereka pun akhirnya naik taxi online sampai ke Surabaya dan baru bisa beristirahat malam hari sejak siang mobil mogok.

Mereka sudah terbiasa dengan hal-hal tak terduga selama perjalanan karena sering bepergian jauh dan juga sebagai pengusaha pun sering mengalami hal tak terduga. Tak ada perdebatan, semua mencari solusi dan saling menguatkan. Saling support untuk bersama menuju tujuan hidup mereka menggapai ridhoNya.

Tentu ini tidah instant, mereka pun berproses untuk sampai kepada fase ini. Mereka belajar, mereka mencoba saling menghormati, mereka saling memahami, mereka belajar bagaimana berumah tangga yang diridhoi dan tentuu mereka berbuat baik pada semua orang. Saya sangat terkesan dengan cara mereka memperlakukan teman-teman. Mereka memperlakukan kami dengan sangat baik dan dan memberi energi posistif setiap kali bertemu. Tak ada keluh kesah, banyak menceritakan kebaikan orang dan berusaha selalu memberi dan berbagi.

Baru saja kami bertemu dengan kondisi yang tentu sudah berbeda lagi. Suaminya kembali membuka cabang di sebelah tokonya di Mataram. Sahabat saya ini memang sudah lama membuka toko di Mataram. Rumah ibunya ada di pinggir jalan raya yang cukup strategis, yang dibangun toko untuk disewakan. Namun, karena mereka akan menggunakan 2 toko itu untuk jualan sendiri, akhirnya tidak dilanjutkan dikontrakkan. Sekarang, mereka pun buka cabang toko suami di sebelah sehingga menjadi lebih nyaman karena dirumah sendiri ada ibu dan bapak yang menjaga.

Katanya, dulu ibu pernah berjualan nasi puyung, tapi sudah berhenti karena kecapekan. Mereka membuat dua toko yang berhadapan dengan jalan dengan gang kecil di sebelahnya untuk masuk. Kami pun banyak berbagi cerita, kami memiliki latar belakang yang berbeda sejak resign dan berumah tangga. Kami saling berbagi energi positif, saling mendukung dan mendoakan kebaikan satu sama lain. Inilah sahabat, saling mendukung dan mencintai karena Allah.

Terimakasih, Sahabat untuk cerita hebat kalian. Semoga Allah memudahkan langkah kalian menjadi pengusaha dermawan yang berkah. Semoga kami (aku dan suami) juga segera bisa menjadi wirausaha seperti kalian, sama seperti cita-cita kami di awal menikah untuk membuat usaha sendiri tanpa bergantung dari gaji bulanan.

InsyaaAllah...


Sholawatin dulu semoga dimudahkan dan dikabulan. Aamiin...



Comments