Belajar dari Mereka yang Mandiri

 Saya mau cerita sedikit tentang seorang teman atau bosku, saya pun bingung menyebutnya apa. Saya tidak tahu darimana awal mula kenal denganya, seigat saya sudah berteman di sebuah media sosial Facebook.

Mbak Asya namanya, menawarkan sebuah bisnis sampingan untuk ibu rumah tangga.

Saat itu sepertinya Hafiz Doll dan buku anak super keren yang harganya lumayan menguras kantong. Nah, saya waktu itu kurang tertarik karena selain mau arisan males mikir lama, tapi mau cash lumayan juga.

Saat itu, menyisakan uang belanja untuk menabung buku butuh kencangkan ikat pinggang yang ekstra. Mau jadi bisnis menambah uang jajan? Minat baca di Lombok masih belum saya kuasai, apalagi saya hanya pendatang yang tidak punya banyak teman.

Tak lama, Mbak Asya menawarkan sebuah bisnis sampingan santai untuk menambah uang jajan anak. Dia punya sebuah usaha advertising yang baru dibangung bersama suaminya dan butuh copy writer freelance. Aku yang memang pada dasarnya suka menulis pun mencoba melamar untuk pekerjaan ini.

Kami ditraining untuk membuat kalimat iklan yang akan dipasang di media sosial penjual yang akunnya dikelola oleh Ayudia Advertising. 

Saat itu memang hanya sebatas urusan cw dan komisi, tapi hubungan kami tidak hanya sebatas itu. Kami mulai sering ngobrol dan saya mengikuti jalan cerita kehidupan mereka dari status yang diunggahnya Mbak Asya memang pernah cerita mengalami masa jatuh bangun membangun usaha advertisingnya bersama suami dengan modal seadanya. Skill yang mereka punya dan tekad yang kuat membawa mereka melalui badai ujian yang datang terus menerus mengukur kegigihan mereka kembali bangkit setelah terpuruk.

Saya tidak pernah berfikir kalau ceritanya benar-benar luar biasa sebelum membaca postingannya di sosial media.

 Saya tidak copy paste persis seperti yang diceritakan, tapi inti ceritanya tetap sama. Saat itu Mbak Asya bercerita kalau ada temannya menceritakan seorang saudaranya yang sukses di usia muda, tapi masih sering berjudi, pasang nomor dll. Pengusaha sukses itu terus berdoa setelah sholat agar mendapatkan rezeki halal hingga akhirnya dia pun mengalami masa sulit dengan bisnisnya jatuh dan cobaan datang bertubi-tubi hingga jatuh miskin. Apakah Allah sedang membersihkan hartanya? Apakah dia menyesal dengan doanya?

Dia jadi teringat lima tahun sebelum itu, saat mereka pun membuat keputusan yang tidak mudah. Suaminya yang berkeja di Bank memutuskan untuk resign karena merasa sistemnya tidak sesuai dengan hati nurani.

Dia yang awalnya seorang ibu rumah tangga yang memiliki bisnis baju dan buku dengan omzet lumayan, ada ART dan bisa piknik setiap minggu harus mengalami perubahan yang drastis. Doa yang dipanjatkan agar mendapatkan rezeki halal untuk suaminya mungkin terjawab. Setahun doa itu dipanjatkan dengan terus menerus, akhirnya tibalah saatnya sebuah keputusan diambil mengubah banyak hal.

Cerita baru dimulai, cerita yang tentu tidak sama.

Usaha pertama mereka membuka usaha rak kekinian dengan sharing modal dengan teman menggunakan sistem bagi hasil. Usaha pertama gagal karena salah harga dan mahalnya bahan baku di tempat tinggalnya.

Si teman tak mau mengerti, dia meminta dikembalikan modalnya puluhan juta.  Itu benar-benar pukulan bagi mereka yang sedang berusaha bangkit dan berdikari di perantauan.

Ini jelas tidak mudah, tapi hidup harus terus berjalan. Marah? Kecewa? Pasti iya. Tapi itu pembelajaran.

Hidup harus terus berlanjut. Laundry jadi pilihan karena modal yang mereka miliki hanya bisa untuk buka jasa yang banyak dibutuhkan orang. Mobil harus diikhlaskan melayang. Tetangga mulai mengasihani, katanya dulu kaya sekarang harus keliling antar laundry, hamil besar pula.

Nangis dong pasti, kebayang kan dari hidup nyaman dan enak harus keluar dari zona nyaman dan menghadapi ujian yang tentu tidak mudah.

Ada anak yang harus mereka tanggung, bukan diri sendiri. Wajar kalau menangis, tapi bukan berarti putus asa, hanya menumpahkan sedikit peluh untuk berkeluh kesah. Dia harus mengantar laundry dengan motor butut hasil pinjam ke Bapak dalam keadaan hamil besar. Meski sesekali menangis mengingat cibiran orang dan perihnya beban, tapi mereka tak mau menyerah. Menangis hanya untuk melepas emosi agar tetap bisa berjalan menggapai cita. Berjalan menuju arah yang benar untuk bisa menggapai mimpi mereka.

Usaha itupun kembali gagal karena manajemen keuangan dan tenaga kerja yang belum dikuasai. Banyak pelanggan, tapi uang habis untuk bayar karyawan.

Karyawan berkhianat, datang sendiri ke rumah pelanggan dan mengambil alih untuk dirinya sendiri. Selesai usaha mereka. Ingat itu, mungkin saat itu dia pun ingin marah, tapi lagi-lagi ini bagian dari hidup yang harus dijalani. Sudah tertulis semua di lauh mahfuz. 

Saat itu, mereka masih bisa bersyukur karena masih ada laptop, printer dan motor supra peninggalan saat kuliah yang bisa digunakan untuk usaha minim modal. Apapun yang penting halal, itu prinsip mereka.

Beruntung juga saat itu ada tempat bon (hutang) beras ketika memang sudah sangat terpaksa karena mereka pun tak mau melakukannya.

Teman? Tidak usah ditanya. Ngumpet nggak tahu kemana sedangkan keluarga sengaja tidak diberitahu agar tidak khawatir karena sempat menentang keputusan berdikari saat itu. Untungnya hidup di perantauan, jadi tidak banyak keluarga yang tahu keadaan mereka sebenarnya. Cukup mereka tahu kalau putra-putrinya bahagia di perantauan.

Empat tahun berlalu, kini mereka pun belum jadi milyader seperti cerita motivasi yang sering saya baca. Namun, mereka sudah memiliki sebuah usaha yang berkah dan manfaat dengan hasil usaha mereka sendiri. Sebuah usaha advertising di Kebumen yang mereka beri nama Ayudia Advertising yang sudah memiliki 11 orang tim  dan menjadi tempat 8 anak SMK berlatih kerja. Dengan modal usaha dan doa juga kegigihan, semua bisa dijalani sampai di titik ini. Mereka pun masih mengontrak rumah dan masih harus berpindah kontrakan untuk mencari yang lebih nyaman dengan banyaknya tim yang ada sekarang.

Meski bukan milyader, tapi niat untuk menjadi bermanfaat benar-benar ingin mereka wujudkan. Mereka membantu tukang becak mencari penghasilan di masa pandemi saat banyak usaha harus terjun bebas. Mereka membuka jasa beli barang diantarkan becak dengan protokol kesehatan yang terjamin. Dua orang luar biasa ini juga membuka penawaran untuk memberikan iklan gratis bagi beberapa UMKM yang usahanya terdampak pandemi bahkan dari membantu foto produk mereka tanpa endorse. Produk bisa dikembalikan setelah selesai difoto dan akan dibantu membuat iklan gratis. MasyaaAllah...

MasyaaAllah semoga berkah dan manfaat. Saya senang bisa menjadi bagian dari tim Ayudia Advertising meski hanya freelancer. Mereka amanah sekali memberikan fee kami. Semoga terus bisa bermanfaat dan berkah ya Mbak... terimakasih sudah berbagi cerita yang luar biasa. Mengajarkan dan mengingatkan kami kalau sukses itu tidak hanya tentang materi, tapi manfaat dan berkah menjadi tujuan. 

Sekarang, di akhir tahun 2020, mereka sudah bisa membuat kantor yang terpisah dari rumah. Kantor yang cukup untuk menampung karyawan yang cukup banyak dan ada beberapa anak magang. Mbak Asya dan suami pun beberapa kali diminta memberikan tutorial kepada siswa-siswi SMK dengan bakat yang mereka punya juga memberi motivasi kepada mereka untuk tidak berkecil hati. Memiliki mimpi yang besar harus dibarengi dengan usaha yang besar. Semakin bertambah karyawan, kini mereka bisa memisahkan kepentingan pribadi dengan kepentingan usaha mereka. Meski pernah mendapatkan review terlalu banyak karyawan, tapi nyatanya mereka terus bertumbuh karena mereka berniat untuk membantu dan sukses bersama. Bukan untuk sendiri. 

Aku benar-benar salut pada mereka. Mereka yang luar biasa tangguh dan optimis dengan huznudzon padaNya. 

Semoga kita pun bisa bertumbuh bersama, bermanfat untuk lebih banyak orang. Terimakasih sudah berbagi cerita luar biasa

sumber: foto internet dari Ayudia Advertising




Comments