Orang jawa
mengatakan liburan itu piknik. Salah satu cara menghilangkan bosan dan
mempererat bonding keluarga. Ada liburan tipis-tipis bulanan yang biasa kami
lakukan dengan melakukan perjalanan tak jauh dari rumah. Beruntungnya kami
tinggal di pulau kecil yang cukup cantik. Tak butuh waktu lama untuk bisa
menikmati keindahan alam seperti Pantai dan air terjun. Apalagi sekarang banyak
tempat makan yang menawarkan suasana pedesaan dan persawahan di pinggiran kota
dengan udara yang bersih.
Kali ini, kami
merencanakan piknik bersama teman-teman. Bukan temanku, teman kantor suami
yang cukup dekat. Tahun lalu, entah mendapat hidayah dari mana mereka
memutuskan untuk piknik bersama empat keluarga. Membawa keluarga masing-masing,
suami yang merencanakan dan mendanai. Istri dan anak menjadi peserta yang
diistimewakan. Tahun lalu, dua kali kami piknik bersama di daerah Pantai Kuta
Mandalika dan daerah Senggigi. Memilih memanjakan diri di hotel, bapak-bapak
bisa tidur dengan nyenyak, anak-anak bisa berenang dengan senang dan
istri-istri pun bisa berkumpul bercengkrama.
Tahun ini, di
bulan yang sama seperti tahun yang lalu, November, kami kembali merencanakan
piknik bersama. Biasanya kami empat keluarga yang kali ini tambah satu personil lagi, jadi lima
keluarga dengan lima jenis mobil yang berbeda dan yang kompaknya kami semua
memiliki dua anak. Nah, jadilah Piknikus keluarga berencana. Kami siap di
endorse untuk menyukseskan prorgam KB loh J
Piknik ini sempat
diundur karena ada yang pelatihan ke Yogyakarta akhirnya terjadi di tanggal 30
November. Akhir bulan yang berarti bakalan nggak fokus karena suami kami yang
merupakan bagian Marketing Bank BUMN akan melakukan penagihan akhir bulan.
Biasanya dua atau tiga hari sebelum acara piknik berlangsung, sudah ada pembagian
jatah bawaan. Namun, sampai H-1 pun belum ada susunan acara yang jelas.
Sepertinya bapak-bapak sedang sibuk penagihan memenuhi target angsuran.
Saya dan Mbak
Tari yang kebetulan anak-anak kami satu sekolah dengan umur yang sama dan
rumahnya juga berdekatan memutuskan untuk membuat grup ibu-ibu Piknikus. Entah
dari mana ide nama Piknikus ini, tapi lucu dan unik sih. Membahas apa yang
sudah dibahas secara garis besar oleh bapak-bapak dengan mengubah sedikit acara
yang sepertinya kurang asik.
Awalnya kami akan kumpul untuk makan siang di
sebuah lesehan bebek, tapi kami kurang setuju karena tempatnya yang kurang asik
untuk anak-anak main. Acara makan nggak akan tenang dan nyaman kalau anak-anak
nggak mendapatkan tempat bermain yang bahagia. Ibu-ibu pun memutuskan untuk
beli nasi bungkus dan membeli makanan cepat saji untuk anak-anak. Soal makan
dimana, kami serahkan ke bapak-bapak yang mengatur. Pembagian perbekalan dan
air termasuk buah dan jajanan sudah siap. Kalau emak-emak yang mengatur, sudah
bisa dipastikan kalau amunisi lengkap dan banyak.
Benar saja,
sampai Hari H kami piknik, bapak-bapak sibuk dengan kerjaan kantor. Janji
kumpul jam 11 siang molor sampai ba’da dzuhur karena banyak yang belum selesai
penagihan. Karena mereka yang sudah buat jadwal, mereka pasti sudah
mempertimbangkan hal ini juga. Kami hanya mempermudah koordinasi karena
sepertinya mereka sibuk.
Jadilah ba’da
dzuhur kami berkumpul di Jalan Lingkar menuju bypass. Disana akhirnya makanan
anak-anak dibagikan dan nasi krawu untuk orang tua dibagi nanti di pantai. Kami
mampir pantai dulu untuk makan dan main pasir sebelum check in. Lima mobil
berjalan beriringan menuju daerah Kuta Mandalika yang sedang sibuk
menyelesaikan sirkuit MOTO GP yang dijadwalkan rampung tahun 2020. Kuta
Mandalika sedang pembangunan dan sedang terus dipromosikan. Banyak penginapan
menawarkan berbagai macam fasilitas dan suasana hotel dengan berbagai macam konsep.
Katanya kami akan
menginap tidak jauh dari Pantai Kuta. Berharap hotel kali ini tidak kalah bagus
dengan dua piknik sebelumnya. Tahun lalu, tepat Bulan November, kami menginap
di Origin Hotel yang terletak di dekat areal perkebunan. Suasana tenang dan
nyaman dengan tipe mini villa keluarga ini hanya ada beberapa kamar dengan satu
lantai. Tempatnya sejuk di pedesaan dengan kolam renang yang cukup luas. Ada
kolam renang anak sehingga kami bisa membiarkan anak-anak bermain tanpa
khawatir. Hotelnya bagus, kamarnya luas dan mewah. Pintu kaca yang luas membuat
suasana menajdi terasa menyegarkan.
Sayangnya saat
itu si adek masih berumur dua bulan, liburan saat itu emak bener-bener nggak bisa
tidur. Malemnya si adek rewel, minta ASI terus dan digendong. Berhubung nggak mau sama
si bapak, jadilah emak harus berjuang sendiri. Mana pulangnya sampai rumah
hujan lumayan deres, jadilah emak ngepel sana sini, malamnya baru nyuci.
Liburan terribet saat itu. Walaupun begitu, tetap menyenangkan karena ada
suasana baru.
Dua bulan setelah
itu, kami sempat liburan yang tidak cukup jauh. Ada voucher murah di Aruna Hotel
Senggigi, kami pun mencoba untuk tidak melewatkannya. Ada satu keluarga yang
tidak bisa ikut karena Mas Danish, jadilah kami hanya tiga keluarga.
Senggigi tidak terlalu jauh dari rumah jadi amunisi pun tidak banyak. Hotel ini
juga ada tempat bermain anak jadi lebih ramah untuk anak-anak. Depan hotel ada
restoran cepat saji, tidak bingung mencari makan untuk anak-anak karena yang
utama anak-anak jadilah kami harus memikirkan kenyamanan mereka.
Nah, setelah satu
tahun sejak piknik pertama, piknik ketiga dengan tambahan personil kembali
dapat terselenggara. Teman rasa saudara, mungkin ini sebutan yang tepat untuk
kami. Konvoi dengan lima kendaraan yang berbeda, tujuan kami sama. Mengusir
kebosanan rutinitas, bertemu teman dan membaut anak-anak senang.
Seperti yang
sudah kami prediksi, hujan berlangsung di beberapa titik sepanjang perjalanan.
Bekal anak-anak sudah dibagi di jalan lingkar. Saya yang mendapat jatah membeli
makan siang datang agak terlambat karena sholat Dzuhur di rumah ibu. Hujan dan
panas saling bergantian sampai ke kawasan wisata Kuta Mandalika. Kawasan ini
sangat jauh berbeda sejak pertama aku menginjakkan kaki ke Pulau ini saat baru
bekerja. Ada Masjid besar berdiri megah, parkiran luas dan jalannya pun sudah
sangat bagus.
Kemajuan wisata
Lombok dibarengi dengan banyaknya pusat perbelanjaan dan semakin padatnya jalan
perkotaan. Mataram menjadi tempat paling padat penduduk apalagi banyak
pendatang yang memilih menetap di Mataram. Bagi saya, Mataram itu unik. Kecil,
lengkap, dekat, murah, religius dan damai. Aku sudah terlanjur jatuh hati sejak
menetap di sini.
Apalagi Bandara
Internasional yang sekarang ada di Tanah Awu Lombok Tengah membuat akses menuju
Bandara menjadi lebih bagus. Ada jalan bypass yang bisa menjadi alternatif
perjalanan ke arah Timur yang sebelumnya hanya ada satu jalur. Jalanan sudah
bagus, perekonomian berkembang pesat, masyarakatnya juga harus siap menerima.
Perjalanan kami
ditemani hujan yang cukup deras sampai dekat Bandara. Hujan berhenti saat
semakin dekat dengan Bandara. Kami melewati Bandara menuju ke Selatan. Mendung
dan panas silih berganti. Sepertinya ada harapan untuk liburan kali ini. Kami
para emak menerima keputusan bapak-bapak untuk piknik kali ini. Kemanapun kami
iya aja, yang penting diajak liburan. Kami melipir ke Pantai Tanjung Aan untuk
memakan bekal makan siang.
Jalan menuju
Pantai Tanjung Aan sudah banyak berubah. Apalagi dengan dibangunnya sirkuit,
semakin banyak yang berubah. Itulah yang menjadi daya tarik banyak wisatawan
sekarang. deretan Pantai di sini menjadi daya tarik yang luar biasa dengan
akses yang semakin baik. Sangat jauh berbeda dengan lima tahun lalu saat masih
berkeliling Lombok bersama teman-teman. Banyak jalanan yang masih rusak dan
sepertinya sepi dengan pepohonan tinggi di samping kanan kiri.
Daerah di sekitar
Pantai Kuta ini memang daerah tandus dan kering. Pepohonan tak pernah banyak
berdaun, tapi itulah yang membuat daerah ini menjadi terasa begitu berbeda. Tak
banyak pohon kelapa seperti pantai di daerah Senggigi. Namun, yang menjadi daya
tariknya adalah pasir pantainya yang putih lembut dan pasir seperti merica yang
besar-besar. Ada Pantai Seger yang menjadi tempat bau nyale setiap musim nyale,
ada Bukit Merese tempat melihat laut dari atas tebing, ada Batu Payung dan
masih banyak pantai lain yang masing-masing memiliki keunikan masing-masing.
Tiba di Pantai
Tanjung Aan, kami langsung membuka perbekalan. Ibu-ibu memilih duduk di berugak
(seperti gazebo, tapi lebih sederhana karena terbuat dari bambu beratap
ilalang), sedangkan bapak-bapak memilih duduk di bawah dengan tikar. Selesai makan
siang, anak-anak bermain pasir dan ibu-ibu membuka rujakan dan camilan. Saking banyaknya
yang dibawa, sampai bingung apa yang mau dimakan. Akhirnya kami memutuskan
untuk rujakan saja. Camilan dan kue disimpan untuk amunisi berenang.
Tak lama, kami
pun berkemas untuk check in. Kami harus kembali ke kawasan Kuta Mandalika
karena hotel yang dipesan berada di daerah sana, dekat dengan Pantai Kuta. Perjalanan
sekitar sepuluh menit, sampailah kami di hotel Kuta Baru. Si Ayah meminta kami
tetap di mobil sementara. Sepertinya ada sesuatu. Benar saja, ternyata hotel
yang ditawarkan di sebuah situs pembelian tiket online tidak sesuai dengan
kenyataan. Sangat jauh berbeda. Namun, karena tidak mau menghabiskan waktu lagi
kami pun menerima apa yang ada.
Biasanya kami
bisa mendapatkan hotel yang lumayan dengan harga yang miring. Namun, mungkin
karena ramai jadi harga hotel agak naik. Yang membuat kecewa karena
tidak ada kolam renang anak dan kamar hotelnya kecil dan sederhana. Baiklah,
yang penting kebersamaan dan anak-anak harus tetap bisa berenang.
Setelah entah apa
yang diperbincangkan, kami pun masuk ke kamar. Katanya, ada satu kamar yang
pesan terakhir bermasalah karena ternyata kamar yang tersedia dibawah kamar
yang seharusnya dipesan. Mereka berjanji akan mengembalikan kelebihan
pembayaran, jadilah terjadi kesepakatan. Masuk kamar, sholat, berganti pakaian
berenang. Sudah jam lima sore, tinggal sebentar waktu untuk berenang karena
satu setengah jam lagi sudah maghrib.
Selesai sholat
maghrib dan Isya’ kami pun berangkat ke pinggir pantai hanya dengan tiga mobil.
Mencari tempat yang teduh di dekat tulisan Kuta Mandalika yang bersinar dengan
lampu temaram. Di malam hari ternyata pantai juga cukup ramai. Kami mendirikan
satu tenda untuk anak-anak rebahan. Malam hari pasti mereka capek, apalagi
setelah seharian bermain dan berenang.
Kalau di pinggir
pantai pasti terbayang angin keras, bagaimana mau bakar-bakaran? Jangan salah
gengs, malam itu tak ada angin keras padahal kami di pinggir pantai. Yang ada
hawanya cukup panas. Karena biasa di Senggigi kalau sore saja angin pantai
cukup keras, saya agak heran dengan tidak adanya angin di pantai ini. Mungkin
memang agar rencana kami berjalan lancar. Bakar suki lancar, anak-anak makan
lancar dan bebas bermain karena lapang dan emak-emak pun kenyang. Kami tak bisa
berlama-lama karena anak-anak sudah ada yang tertidur di tenda. Gerimis
memberi tanda untuk segera kembali ke penginapan, kami pun bergegas memasukkan
semua barang-barang ke mobil. Alhamdulillah kekenyangan. Kalau makannya
rame-rame memang rasanya luar biasa, padahal dengan peralatan dan penerangan
seadanya.
Sampai di
penginapan, kami langsung masuk kamar kecuali bapak-bapak. Sudah bisa
dipastikan mereka keluar untuk ngobrol dan biasanya tak jauh dari pekerjaan
mereka. setiap hari bertemu pekerjaan, saat liburan pun tak jauh dari sana. Biarlah, yang penting bahagia. Kami para emak bisa istirahat dengan tenang dan nyenyak.
Liburan kali ini
memang banyak kejutan tak terduga, terutama hotelnya. Saat baru masuk, saya melihat di kamar mandi ada jendela yang tak ada gorden. Sontak kaget dan
meminta untuk ditutup walaupun kemungkinan orang mengintip sangat kecil. Belum lagi
kesetnya yang tidak menyerap, jadilah air menggenang membuat licin. Si adek sedang belajar jalan jadi akan jalan kesana kemari. Kalau
licin pasti akan sangat menggaggu. Saat minta ke room boy keset yang meresap
air, mungkin dia tidak mengerti yang akhirnya tidak diberikan. Jadilah pakai
taplak untuk keset setelah berenang. Takut air menggenang membahayakan si bayi.
Tidur nyenyak
malam itu tak berlangsung lama. Si Ayah masuk entah jam berapa mengabarkan
kalau listrik padam. Untungnya suhu kamar cukup dingin sehingga anak-anak tidak
kepanasan. Saya buka baju si sulung karena dia akan mengigau saat kepanasan. Cukup
lama acara mati listrik ini. Hotel murah sepertinya, sampai tidak punya genset bahkan
untuk menyalakan lampu kamar sekalipun. Kami harus menunggu dalam gelap sampai
listrik kembali menyala. Saat sudah mulai agak panas dan si sulung mengigau,
akhirnya listrik kembali nyala. Si adek alhamdulillah nggak rewel meski emak tetap tidak bisa tidur.
Kami bisa kembali
tidur sampai Subuh saat AC mulai dingin. Seperti biasa, si adek sudah bangun saat aku akan sholat
Subuh. Selesai sholat, kami berjalan-jalan keluar berdua. Belum ada penghuni
hotel lain yang bangun, baru kami. Cukup lama kami berjalan sambil memberi susu
UHT untuk si adek. Si sulung kubiarkan tidur karena semalam mungkin tidak
nyenyak karena kepanasan. Tak lama, satu per satu teman yang lain bangun dan
masuk ke kolam renang. Naura yang kemarin sakit ternyata belum sembuh, padahal
sudah minum obat. Alhasil, dia tidak boleh berenang. Meski rewel dan ngambek,
tapi demam membuatnya tidak diizinkan untuk berenang.
Sambil menghabiskan sisa
kue dan buah, kami sarapan pagi. Saya sempat menemani si sulung berenang karena
si bayi tidur. Lumayan untuk olahraga pagi. Sejak lahir si bayi belum pernah
bisa ada waktu berenang.
Tak lama kami
berenang, kami pun beberes di kamar masing-masing sambil makan roti bakar. Salah
seorang teman membawa pemanggang roti elektrik dan beberapa roti tawar untuk
sarapan anak-anak. Perlengkapan kali ini benar-benar penuh makanan. Kami semakin
kecewa dengan hotel ini saat kembali AC tidak berfungsi. Tegangannya naik turun
membuat AC tidak terasa dingin. Baiklah kami akan segera check out dan tak akan
pernah kembali lagi ke sini. Itulah yang membuat kami bertahan kepanasan.
Jam 12 siang,
kami check out. Berdasarkan hasil rapat bapak-bapak, kami akan mencari tempat
foto sambil makan siang. Diputuskan kami maksi di cafe di tebing tak jauh dari
hotel. Tebingnya berada di jalan menuju Pantai Mawun dan Selong belanak. Jalan itu
akan tembus sampai Lombok Barat searah jalan pulang.
Memang benar,
tidak mengecewakan. Cafe itu menyajikan pemandangan yang sangat indah. Pantai dan
perbukitan terlihat jelas dan tergambar cantik. Kami pun tak ingi melewatkan
untuk mengabadikannya. Foto personil lengkap dengan sepuluh orang dewasa dan
sepuluh anak in frame. Kami pun sempat
mengabadikan foto keluarga kecil kami. Anak-anak kondusif karena banyak teman,
jadi tidak ada yang rewel menikmati makanan western yang cukup bisa mengganjal
perut.
Kami pun
melanjutkan perjalanan ke Pantai Selong Belanak untuk menutup hari. Menuntaskan
kebersamaan kami sambil menjajaki pantai yang searah. Mampir beberapa Masjid
untuk melaksanakan kewajiban sebagai hamba. Kami tidak ingin liburan kami
menjadi sia-sia saat tak mengingatNya. Kami berteman dalam kebaikan dan
ketaatan, semoga diberikan jalan hijrah bersama.
Pantai Selong
Belanak memang cantik. Pasir putih dengan hamparan pemandangan tebing dan laut
yang jernih. Karena banyak pantai seperti ini, kami tidak heran. Tidak ada yang
mandi di pantai karena sudah banyak yang capek. Hanya saja, Naura sampat pipis
di celana karena tidak kuat menahannya. Membawa anak memang banyak cerita. Ada yang
rewel karena ngantuk, ada yang sibuk dengan mencari binatang laut, ada yang
rewel minta mandi di pantai, tapi ada juga yang kelewat dingin dan lebih
memilih ikut kumpul dengan bapak-bapak. Namanya Mas Danish. Si sulung dari
sepuluh anak-anak yang super cool dan jarang ikut main dengan teman anak-anak. Lebih
suka ikut ayahnya kumpul daripada bermain dengan anak-anak. Berkebalikan, adeknya justru cerewet dan centik juga mudah bergaul. Meski kecil, tapi dia
bisa masuk main bersama kakak-kakak cewek yang lain dan asik bermain.
Dunia anak memang selalu penuh cerita. Sepuluh anak dengan berbeda karakter itu lucu. Ada tiga bayi ASI
yang siap lepas ASI dan ikut berkontribusi meramaikan keribetan emak bapak. Semoga pertemuan kita
menjadi berkah dan bisa membawa kebaikan
Comments
Post a Comment