Dari Karir ke Rumah

Kata orang, menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan paling mulia. Mengabdikan diri untuk keluarga merupakan sebuah kemuliaan seorang wanita ketika ia sudah memilih menjadi istri dan ibu. Berarti sekarang, aku harus bersyukur karena aku sedang menjalani tugas mulia itu. Berkesempatan untuk menjadi ibu rumah tangga meski terkadang kangen bekerja.

Pernah menjadi pegawai sebuah bank BUMN membuatku terbiasa bekerja dari pagi sampai malam Bahkan di hari libur pun kusempatkan ke kantor sekedar membereskan meja kerjaku sambil browsing. Mengambil kesempatan lembur di hari libur atau setelah jam kerja untuk menyibukkan diri karena di rumah pun tak banyak yang bisa kulakukan. Selesai kerja, biasanya aku berkutat dengan laptopku sampai larut malam. Menghabiskan hari dengan rutinitas yang padat dan menyenangkan.

Kini, semua berubah sejak aku menikah. Berada di rumah membereskan semua pekerjaan rumah dan menunggu suami pulang menjadi rutinitasku. Banyak waktu luang untuk bersantai dan tidur siang atau sekedar menulis di blog. Tak seperti dulu yang bahkan tak ada waktu untuk menulis karena penat dengan pekerjaan. Setiap kali mencoba menulis, rasanya semakin penat ketika di tengah tulisan justru muncul permasalahan di kantor. Sekarang, meski lebih banyak waktu untuk menulis, tapi ruang gerakku terbatas untuk mendapatkan inspirasi dan referensi untuk menulis.

Sejak hamil, ruang gerakku semakin terbatas. Aku harus menjaga kesehatan janin yang ada dalam perutku dan melaksanakan tugas dan kewajibanku sebagai istri menjadi prioritas. Suamiku meminta untuk tidak memikirkan pekerjaan dan fokus pada kesehatanku dan bayiku. Awalnya memang terasa biasa saja, tapi lama kelamaan ada kebosanan yang semakin tinggi. Aku ingin bekerja, setidaknya ada kesempatan untuk keluar rumah setelah semua pekerjaan rumah selesai untuk sharing dengan orang lain. Aku hanya bisa komunikasi lewat jejaring sosial yang sangat membosankan. Banyak hal tak penting yang kadang membuatku bosan.

Kuputuskan untuk mencoba bisnis online. Menwari teman-temanku di Jawa dengan mutiara Lombok yang terkenal. Kebetulan bapak pernah pesan untuk temannya dan aku bertanya bagaimana kalau aku menjualkan mutiara mereka kepada orang lain yang disambut baik oleh Mbak Dewi, pemiliknya. Ia memberi harga yang murah untuk bisa aku mengambil keuntungan dari mutiara yang nantinya akan kujual lagi. Awalnya ada banyak yang berminat, tapi hanya berlangsung sebentar karena ternyata harganya yang cukup mahal membuat mereka berfikir lagi untuk membelinya. Aku pun mulai lesu dengan bisnis ini. Suamiku mencoba mencarikan peluang untuk menjual sepatu khas lombok, tapi lagi-lagi harga sepatunay cukup mahal karena kain yang digunakan sudah mahal. Apalagi aku pihak kedua jadi harganya pun sudah dipatok agak mahal dari pembuatnya. Sahabatku, Maha juga pernah menawariku untuk join jualannya. Dia punya butik di Majenang dan memintaku menawarkan barangnya lewat foto, nanti kalau ada yang minat baru dikirim. Namun, ternyata masih juga tak banyak yang berminat. Sampai akhirnya aku capek dan berhenti berjualan online. Kalau ada teman yang tanya tentang mutiara atau yang lain, barulah aku jawab, tapi kalau tidak, aku tidak lagi update jualanku.

Kadang aku merasa perlu untuk sekedar keluar bertemu teman-teman menyegarkan fikiran agar tak terlalu bosan. Namun, keadaanku sekarang dan fasilitas untuk bertemu yang tak ada membuatku merasa semakin bosan. Menyadari kalau aku tak boleh larut dalam kebosanan dan harus tetap bersyukur dan berusaha, aku pun memasrahkan semua padaNya. Mungkin ini yang terbaik untukku sekarang. Mungkin nanti kalau dia sudah lahir, aku tak lagi bosan.

Comments