Ikhlas, Kunci dari Setiap Syukur

Ikhlas merupakan kunci dari setiap syukur. Tak pernah mengharap banyak akan rezeki yang Allah berikan dan ketika Ia memberikan yang tak pernah kita duga, syukur itu begitu membuncah. seorang sahabt bertanya tentang bagaimana caranya ikhlas. Menurut saya, ikhlas itu bukan ilmu yang sulit dipelajari atau sesuatu yang dicari dari ketiadaan.

Ikhlas adalah sifat yang sudah ada, hanya saja bagaimana cara memupuknya agar menjadi lebih besar. Ikhlas pasti bergendengan erat dengan sabar. Ketika kita sabar, disanalah wujud dari keikhlasan dalam bentuk yang lain. Sama halnya dengan soal jodoh dan rezeki. Sebuah ketetapanNya justru datang ketika ikhlas menerima apapun yang digariskanNya dan berusaha untuk terus mendekatkan diri padaNya.

Sudah lama bapak memintaku menikah bahkan dari dua tahun yang lalu. Beliau khawatir padaku karena tak pernah mengenalkan seorang pria sebagai calon pasangan hidupku. Mungkin beliau khawatir dengan umurku yang bertambah tapi tak kunjung ada yang datang untuk melamarku ketika itu sedangkan banyak keluarga kami yang seumuranku sudah menikah. Bahkan adik-adik sepupu yang usianya jauh dibawahku sudah berkeluarga. Mungkin bapak khawatir padaku yang terus memikirkan pekerjaan dan cita-cita untuk melanjurkan pasca sarjana ketika itu dan tak pernah membahas soal pernikahan. Bukan karena aku tak ingin menikah saat itu, tapi karena memang belum ada yang membuatku yakin untuk melangkah bersamanya. Ada beberapa orang yang berusaha mendekat, tapi setiap kali merasa tak cocok, aku selalu mencoba memberikan batasan untuk tidak terkesan memberi harapan. Aku pun tak mau terlalu memberi harapan pada Bapak ataupun mamak soal orang-orang yang mendekatiku.

Pernah mencoba serius dengan seseorang yang kuanggap bisa menjadi sosok yang dewasa bagiku meski orang tua mulai menyiratkan ketidak setujuan atas hubungan kami. Mencoba bertahan tanpa restu dari orang tua bukan hal yang mudah meski banyak yang cerita kalau ada yang bisa bahagia bahkan sampai pelaminan meski awalnya tak mendapat restu. Atau om yang selalu menguatkanku untuk melangkah maju mendapatkan restu bersama sosok itu. Namun, semua gagal karena aku pun bahkan tak bisa yakin padanya. Mencoba menuruti keinginan orang tua bersama orang yang tak pernah nyaman bersamanya. Akhirnya kandas juga.

Ketika itu, aku pun tak ingin lagi terlalu berharap soal pernikahan. Kuputuskan untuk mengejar cita-citaku melanjutkan pasca sarjana di pulau tempatku dibesarkan. Memutuskan mengikhlaskan pekerjaan yang katanya sudah lumayan dan berusaha memulai sesuatu yang baru bukanlah hal yang mudah, aku tahu itu. Namun, keikhlasan dan keyakinan akan KuasaNya membuatku ikhlas untuk menerima takdirNya.

Allah menepati janjiNya. Mengirimkan seseorang yang bersedia menjadi imamku dalam waktu yang tak lama. Sosok yang benar-benar seperti yang kuharapkan selama ini yang sempat tak berani lagi kuharapkan. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang bisa kuterima dan begitu pula sebaliknya. Sosok yang tak pernah kusangka benar-benar persis seperti yang kuharapkan. Dan yang paling penting, restu langsung kami kantongi. Semua berjalan lancar walaupun rintangan dan hambatan tetap menjadi kerikil bagi perjalanan kami. Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Allah memberikan di waktu yang tepat. Bukan berarti harus sekarang, tapi memperbaiki diri membuat kita akan lebih ikhlas menerima siapapun yang ditunjukkan Allah untuk kita

Comments