Pagi Pagi di Aranka Tempasan Lodge

 Akhir bulan selalu menjadi dilema bagi keluarga kami. Apalagi akhir bulan Juli kali ini jatuh di hari Sabtu dan Minggu. Sudah pasti Ayah akan sibuk dengan pekerjaan kantor. Buat saya, ini memang sudah biasa, tapi tentu tidak untuk anak-anak yang sudah menunggu weekend untuk bisa bermain bersama Ayah. Mereka sudah menunggu hari Jum'at yang pasti Ayah akan pulang.

Kerja di luar kota Mataram membuat Ayah harus pulang seminggu sekali atau dua kali karena jalanan yang cukup ramai dan pertimbangan capek kalau harus pulang pergi setiap hari. Kami pun memutuskan untuk membuat sebuah tempat tinggal sederhana di dekat kantor suami untuk bisa jadi tempatnya istirahat dan kami bisa ikut kesana lebih leluasa. Di sebuah kompleks perumahan yang sudah padat penduduk, kami membangun sebuah rumah sangat sederhana sekali untuk bisa menjadi tempat singgah Ayahnya anak-anak kalau capek kerja dan tidak bisa langsung pulang. 

Weekend ini pun kami disuruh untuk ke Lombok Timur karena dia akan lembur Sabtu dan Minggu. Kebetulan juga rumah orang tua Bunda ada di Masbagik, Lombok Timur sehingga setiap ke Lombok Timur pasti sekalian ke rumah Mbah nya anak-anak. Kami naik taxi online dari rumah sampai ke Terminal Mandalika. Angkutan umum di Mataram cukup sulit dan tidak menjangkau semua daerah jadi adanya ojek online sangat membantu kami yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk bisa digunakan seperti ini.



Sebenarnya bisa menggunakan Damri, tapi untuk ke daerah Lombok Timur hanya ada pukul 06.00 WITA sehingga tidak sewaktu-waktu ada. Kami pun lebih memilih dengan menggunakan angkutan umum yang disebut 'engkel" yang memang merupakan kendaraan antar kabupaten sejak dulu. Engkel merupakan minibus L300 yang digunakan untuk angkutan umum jarak jauh seperti Lembar Lombok Barat- Terminal Mandalika Lombok Barat, Teminal Mandalika Lombok Barat - Pelabuhan Labuhan Lombok, Lombok Timur, Terminal Mandalika, Lombok Barat - Praya Lombok Tengah juga Terminal Mandalika, Lombok Barat - Labuhan Haji, Lombok Timur.

Angkutan ini memang tanpa AC, tapi cukup nyaman untuk bepergian jauh karena luas dan ada banyak jendela untuk sirkulasi udara. Anak-anak sudah sering saya ajak menggunakan angkutan ini kalau kerumah Mbah nya tanpa diantar Ayah. Ciri khas angkutan ini adalah akan bernagkat kalau penumpang sudah penuh. Mereka tak segan putar balik lagi ke arah Terminal kalau penumpangnya terlalu sedikit dan kembali menunggu sampai penumpang lebih banyak. Bahkan, ada yang mengoper penumpangnya di tengah jalan ke angkutan yang lain karena dirasa terlalu sedikit membawa penumpang. Agar tidak terlalu rugi, mereka pun memilih memindahkan penumpangnya ke angkutan yang lain dan kembali menunggu penumpang di tempat-tempat pemberhentian penumpang.



Pandemi sempat membuat angkutan ini sangat sepi penumpang. Namun, kini sudah mulai lebih banyak mobilitas masyarakat sehingga engkel kembali beroperasi dan mereka pun menerima antar jemput barang dengan harga yang sesuai tentu saja. Ini dimaksudkan untuk bisa menambah penghasilan karena sepinya penumpang diakibatkan sudah memiliki kendaraan pribadi.

Sepulang Si Sulung sekolah, kami pun bersiap ke Lotim dengan membawa barang yang diperlukan saja. Tidak bisa leluasa membawa barang seperti kalau menggunakan kendaraan pribadi karena repot juga harus memperhatikan keamanan saat di engkel yang tentu lebih rawan pencopet. Untungnya kali ini kami tidak hanya bertiga, ada adik bungsu saya yang juga ikut serta karena dua hari ini menemani anak-anak yang saya tinggalkan periksa gigi. 

Kami berangkat sekitar pukul 14.00 WITA dari Pagutan, Mataram menggunakan taxi online dengan membawa 4 tas bawaan tidak termasuk tas pribadi kami. Ini adalah batas aman membawa barang-barang dan anak-anak bepergian dengan angkutan umum. Kami pun sudah mempertimbangkan kalau si bungsu meminta gendong, kami masih bisa membawa barang-barang.

Perjalanan dari rumah menuju Terminal Mandalika hanya sekitar 15 menit. Kami pun langsung masuk engkel yang sudah ngetem (menunggu penumpang) di pinggir jalan diluar Terminal Mandalika. Kami memang tak pernah menunggu angkutan di dalam Terminal karena banyak calo yang membuat tidak aman sehingga kami memilih untuk menunggu di tepi jalan diluar terminal agar lebih cepat mendapatkan engkel yang siap jalan. Belum lagi calo di dalam terminal yang membahayakan.

Anak-anak sudah biasa menggunakan angkutan umum seperti ini, jadi memang tanpa drama. Setelah membeli camilan di ibu-ibu yang berjualan makanan kecil naik engkel, mereka berdua pun tidur sampai di tempat kami turun. 

Kami tiba di Masbagik persis saat adzan sholat Ashar. Perjalanan dari Terminal Mandalika menuju Masbagik Lombok Timur membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan kecepatan sedang, sekitar 60-80km/jam dengan tanpa macet. Kalau berkendaran di waktu akhri pekan atau disaat jam pulang kantor, tentu berbeda. perjalanan akan menempuh waktu lebih lama karena ramainya kendaraan bermotor di jalan.

Sambil menunggu Ayah kerja, kami bermain di rumah Uti nya anak-anak di kampung. Mereka suka main di kampung karena banyak teman dan saudara seumuaran. Ada tanah lapang di depan rumah yang membuat mereka lebih leluasa bermain tidak seperti di kompleks.

Malamnya, kami dijemput Ayah untuk pulang ke Selong, rumah kecil yang kami buat untuk tempat istirahat Ayah kalau tidak bisa pulang. Hanya ada satu kamar, satu ruangan untuk menaruh Televisi dan satu kamar mandi. Tidak ada dapur, tidak ada ruangan lain, hanya ada tanah pekarangan di bagian depan dan belakang. Saya sangat menikmati di rumah ini. Sederhana, secukupnya. 

Paginya, kami diajak mencari sarapan sebelum Ayah kembali ke kantor untuk lembur. Kami diajak ke sebuah tempat yang tak asing dibicarakan, yaitu Aranka Tempasan. Sebuah penginapan dan cafe dengan konsep alam persawahan yang tenang yang menyajikan pemandangan Gunung Rinjani dan suasana pedesaan yang kental dengan adanya suara air sungai dan hewan khas di sawah membuat tempat ini cukup mengundang perhatian banyak orang.

Awalnya tempat ini hanya dibuka untuk pengunjung dari luar negeri karena berbasis komunitas sehingga hanya komunitasnya saja yang diberikan akses untuk bisa ke tempat ini. Namun, semakin berkembang, tempat ini dijadikan tempat yang dibuka untuk pengunjung dari dalam negeri bahkan masyarakat sekitar untuk bisa berkunjung untuk menginap ataupun sekedar makan sambil menikmati suasana tenang dan nyaman di pedesaan.

















Pagi merupakan waktu yang sangat sejuk untuk menikmati tempat ini. Tak ada bising kendaraan, sepanjan berada di sana yang terdengar hanya suara air sungai dan hewan-hewan yang ada di sawah. Begitu tenang dan menyejukkan. Ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati sarapan pagi, sepertinya sebagian besar dari mereka adalah pengunjung yang menginap di kamar berbentuk seperti bungallow yang ada di area tesebut. Hanya ada 7 kamar yang ada di sini dengan rate per malam sekitar Rp. 400.000,- sudah termasuk sarapan pagi untuk 2 orang. Namun, kalau kehabisa kamar, dapat juga menyewa tenda di camping ground di tanah yang agak longgar di bagian samping. 

Kami memesan nasi goreng, mie goreng dan mendoan yang dilengkapi dengan minuman hangat untuk menghangatkan tubuh kami yang kedinginan. Di tempat itu dibuat beberapa tempat untuk menghangatkan badan dengan membuat perapian. Disini memang cenderung dingin jadi bagi pengunjung yang menginap bisa membuat perapian untuk menghangatkan badan. Ayahnya anak-anak beberapa kali kesini di malam hari dan memang terasa lebih dingin seperti di kaki bukit. 

Pelayannya mengatakan kalau makanan akan tersaji lebih lama dan meminta kami untuk sabar menunggu dan kami pun bersedia. Sambil menunggu sarapan, kami memilih melihat-lihat area Lodge ini yang mengusung tema perkampungan pinggir sawah yang sejuk dan tenang. Suara air sungai membuat rasa itu menjadi lebih tenang. Tak ada yang terjadi tanpa kehendakNya. Tak ada yang terjadi tanpa KuasaNya, jadi tetaplah yakin akan apa yang sedang ditakdirkan untuk kita. Rasanya seperti ada charge semangat saat disana. Sungguh Maha Besar Kuasa Allah SWT yang menciptakan bumi ini dengan berbagai keseimbanganNya.

Perjalanan seperti ini juga kami jadikan sebagai bahan untuk menanamkan tauhid pada kedua buah hati kami. Allah SWT menciptakan bumi dengan berbagai bentuk dan berbagai maksud. Ini baru sedikit dari besarnya ciptaanNya. Ini baru sedikit dari banyaknya ciptaan Allah SWT yang masih banyak kami belum tahu.

"Jadi Bunda juga belajar?"

"Iya dong, sampai kapanpun kita tetap harus belajar. Kalau tidak belajar, kita tidak bisa tahu banyak tentang ciptaan Allah SWT. Begitu luas dan besarnya ciptaan Allah SWT ya..."

Anak-anak selalu suka melihat sesuatu yang baru, belajar hal baru dan mengetahui banyak hal baru. Saya yang juga memang suka hal-hal baru selalu mencoba menanamkan banyak makna di setiap perjalanan kami meski hanya sederhana. Saya tak ingin melewatkan satu moment pun untuk menceritakan betapa Allah SWT itu sangat Maha Kuasa dengan segala ciptaanNya yang tak pernah habis untuk dipelajari. Menanamkan iman kepada mereka agar berpegang teguh ditengah kesemrawutan dunia ini. Yang kelak tidak tahu bagaimana lingkungan mereka saat mereka tumbuh dewasa. Semoga Allah selalu menjaga mereka dari segala ketidakbaikan dan memelihara mereka untuk selalu bisa berjalan di jalan ridhoNya.

Penasaran sama Buah Delima


Anak-anak meliha beberapa pohon yang baru mereka lihat seperti pohon delima. Meski mereka pernah membaca buku tentang pohon delima, mereka baru pertama kali ini melihat pohon delima yang sebenarnya. Antusias dong tentu dan penasaran bagaimana aslinya buah yang pernah mereka baca di Buku Sains Qur'an ini. Buah ini kaya manfaat dan jarang ditemui di penjual buah karena memang tidak banyak yang membudidayakan seperti tanaman buah yang biasa dijual. Selain itu, isi dari buah ini kebanyakan berupa biji. Manisnya tidak terlalu manis dan mungkin memang peminat untuk dijadikan buah agak kurang sehingga tidak dibudayakan untuk dijual, Sayangnya buahnya hanya ada tiga dan belum matang. Cukup lama menunggu buah ini matang sampai bagian ujungnya mekar sempurna. 

Selain pohon delima, ada banyak buah kecil-kecil berwana hijau yang jatuh di sekitar camping ground. Anak-anak memungutinya satu persatu, penasaran dengan buah yang jatuh itu.

"Bunda, ini buah apa?"

"Ini buah Melaka kalau orang sini bilang."

"Bisa dimakan? kok baunya kayak jambu sih."

"Bisa sih, maksud Bunda buah ini tidak beracun, tapi asem banget rasanya, kecut."

Biar anak-anak nggak penasaran, kami mencuci satu buah yang terlihat masih bagus karena sebagian ada yang terlihat kecoklatan yang mungkin sudah agak busuk. Kami mencoba membuka bagian dalamnya lalu menjilat sedikit dan benar saja rasanya sangat masam.

Pohon Buah Melaka sepintas seperti pohon petai cina

Baunya seperti jambu, saat dibuka daging buahnya mirip jambu dengan biji di tengahnya. Sayang rasanya sangat masam.


Buah ini memiliki banyak manfaat karena mengandung banyak antioksidan yang bisa melindungi tubuh dari radikal bebas. Semua ciptaan Allah SWT tidak ada yang sia-sia. Orang-orang ada yang memanfaatkannya untuk dibuat teh dengan menjemurnya terlebih dahulu kemudian diseduh ketika kering. Dijadikan campuran teh untuk mendapatkann rasa seperti lemon tea. Ada pula yang memanfaatkannya untuk menjadikan campuran kosmetik, campuran makanan yang sudah diolah kembali dan lain sebagainya. 

Sepertinya pekerjaan rumah emak adalah mencari makanan olahan dari buah ini. MasyaaAllah setiap kali berjalan selalu ada yang baru kami temukan. Selalu ada yang baru bisa kami pelajari. Dari hal kecil dan sederhana, dari sesuatu yang terkadang luput dari penglihatan kita ternyata banyak yang belum kita ketahui. 

Comments