Pink Beach, Selatan Lombok Timur yang masih Tenang

 Liburan sekolah kali ini, berbeda dengan liburan yang biasanya. Pandemi masih belum berakhir dan waspada tetap harus dilakukan. Meski kami tinggal di luar Pulau Jawa dan Bali yang sedang terjadi banyak lonjakan kasus, tapi alangkah bijaksana kalau tetap mematuhi protokol kesehatan dalam melakukan travelling. 

Untungnya di Lombok banyak tempat yang tidak ramai dikunjungi apalagi di hari kerja. Kami pun mencoba salah satu wisata pantai yang tidak terlalu ramai dikunjungi. Jaraknya yang cukup jauh dari kota karena berada di bagian selatan Pulau Lombok bagian timur, pantai ini menyimpan keindahan yang alami. Meski sudah beberapa kali kesana mengantar teman, tapi tak pernah bosan untuk mengunjunginya. Pantai Sekaroh atau Pantai Pink di Jerowaru, Lombok Timur adalah tujuan kami berjalan.

Jalan menuju Pantai Pink sudah bagus, tidak seperti saat saya masih sering kesana mengantar teman-teman sekitar tahun 2012-2013. Jalanan yang berbatu dan berdebu terbentang panjang sekitar 12 km dari Pantai Pink sehingga tidak banyak yang berkunjung. Namun, sekarang jalan menuju pantai itu sudah relatif bagus meski beberapa bagian jalan sudah mulai rusak.

Selain lewat jalur darat, Pantai Pink bisa ditempuh melalui jalur laut dari Tanjung Luar. Ada kapal nelayan yang disewakan untuk membawa pengunjung dari Tanjung Luar menuju ke Pantai Pink dengan tarif Rp 400.000,- Pulang-pergi dengan kapasitas maksimal orang yang bisa ikut adalah 10 orang, 

Kami berangkat dari Masbagik, Lombok Timur menuju ke Sakra, Keruak, kemudian Jerowaru. Perjalanan dair Masbagik sampai ke Pantai Pink melalui darat kami tempuh sekitar 1 jam lebih karena ada beberapa pasar yang membuat macet. Kebanyakan pasar di Lombok Timur memang tak beraturan untuk parkir dan cidomo sehingga membuat macet. Namun, hanya pada hari pasaran saja membuat macet dan kebetulan hari itu Pasar Keruak sedang hari pasaran sehingga sedikit macet apabila menggunakan kendaraan roda empat. Sisanya, lancar saja. 



Benar saja, jalan menuju Pantai Pink sudah berbeda dibanding beberapa tahun yang lalu. Sudah lebih bagus dengan aspal sampai ke Kawasan Pantai Pink. Pepohonan yang meranggas menjadi pemandangan indah tersendiri menuju pantai ini. Jalanan yang lengang membuat suasana menjadi terasa begitu syahdu. Hamparan pantai yang terlihat dari sela pepohonan yang meranggas memanjakan mata.



Sampai di pintu masuk Pantai Pink, kami harus membayar tiket masuk Rp 5.000,-/ orang dan biaya parkir kendaraan Rp 5.000,-/ kendaraan. Entah bagaimana jelas hitungannya, tapi satu motor dan satu mobil dihitung Rp 10.000,-. Sebenarnya besarnya tidak baku, disesuaikan saja dan bisa negosiasi. Namun, kami tak pernah melakukannya karena merasa kalau siapa tahu apa yang kami berikan bisa berkontribusi untuk kemajuan tempat wisata tersebut.

Saat itu sekitar jam 11 siang kami sampai di pantai ini. Mata kami langsung dimanjakan dengan cerahnya warna pasir pantai berpafu harmoni dengan hijau dan biru jernihnya air laut. Butian pasir itu ada yang berwarna pink sehingga saat diterpa sinar matahari, terlihat peisisr pantai menjadi berwarna Pink. Itulah mengapa pantai indi disebut Pantai Pink. Sungguh indah bumi Allah SWT. Ini baru di dekat kami, tak terhitung berapa banyak keindahan yang ada di dunia ini. Inilah salah satu cara kami untuk bersyukur. Masih diberikan kesempatan untuk melihat salah satu keagunganNya.



Ada beberapa berugak yang bisa digunakan untuk tempat duduk. Pepohonan di pinggir pantai bisa jadi peneduh untuk yang ingin duduk dengan tikar di bawah pohon, Tak seperti pantai yang banyak pohon kelapa, Pantai Pink justru tak ada pohon kelapa di pinggir pantai. Pepohonan yang ada memiliki daun kecil-kecil sebagai peneduh dan membuat suasana pantai menjadi makin syahdu. Ombaknya tak begitu besar dan ada dua bukit yang menjorok di sebalah kanan dan kirinya. Membuat suasana menjadi begitu tenang.





Tak banyak yang berjualan di kawasan ini. Apalagi berjualan ikan bakar, tentu tak ada. Hanya ada tiga warung yang menjajakan es, makanan kecil dan kelapa. Dulu saat belum banyak dikenal, hanya ada satu rumah dan satu berugak besar yang menunggu pantai ini. Tak ada tiket masuk ataupun tiket parkir. Bebas berkunjung tanpa membayar biaya apapun. 

Saat itu, satu-satunya penunggu pantai ini hanya menjajakan kopi dan mie bagi pengunjung. Ia menyediakan tempat bilas dan wudhu yang berbayar terbuat dari bedengan kayu seadanya. Sholat pun di berugak panjang miliknya yang juga untuk mereka tidur malam hari dengan kasur yang dilipat saat siang hari. 

Kini, bangunan rumah sederhana dan berugak itu sudah tidak ada. Hanya ada dua bedeng rumah yang ditinggali. Sisanya berupa peneduh dan kursi-kursi plastik beserta meja untuk tamu yang ingin sekedar menikmati pantai dengan minum air kelapa atau es juga makanan kecil.

Meski libur sekolah, tapi kami datang di hari kerja. Tidak banyak orang yang berkunjung. Kami sudah membawa makanan dari rumah sehingga kami memilih mendidikan tenda dan tikar plastik di pinggir pantai yang teduh. Debu dan hawa panas tak membuat anak-anak mengurungkan niatnya untuk berenang. Terik matahari tepi pantai pantang membuat mereka basah. Untungnya ombak juga tidak keras. Mereka bisa berenang di air laut yang jernih.

Beberapa perahu nelayan mengapun di sekitar pantai. Perahu yang digunakan untuk mencari ikan itu disewakan untuk memancing ataupun hanya untuk berkeliling ke tiga gili kecil yang ada di luar Pantai Pink. Harga sewanya sekitar Rp 300.000,-/perahu yang bisa muat hingga 10 orang. Kami bisa bebas mengitari pulau-pulau kecil itu yaitu Gili Pasir, Gili Petelu dan Gili Semangkok. Tak ada penghuni di tiga gili itu karena memang tidak luas. Gili itu kecil dan tidak layak huni. Hanya dikunjungi wisatawan untuk mengabadikan gambar karena keindahan dan keunikannya. Karang dan bukit kecil menjadi daya tarik tersendiri membuat takjub yang melihatnya.

Namun, tanpa mengitari tiga gili itu pun kalian bisa melihat tiga gili itu dari bukit di samping Pantai Pink yang bisa didaki. Tentu tidak tinggi sehingga mudah untuk mendaki dan melihat tiga gili dari tebing itu. Melihat pantai dari atas bukit juga tak kalah indah. Hamparan pantai dan laut terlihat begitu menakjubkan dari atas bukit.

Untuk akses air bersih untuk buang air, bilasan dan wudhlu juga tak perlu khawatir. Ada sebuah musholla di bagian belakang pantai yang dibuat untuk pengunjung. Sebuah tempat sholat terbuka yang cukup luas, di sebelahnya dibuat sebuah sumur untuk menimba air juga toilet umum. Mereka yang menghuni pantai ini mencari pemasukan dari menimba air untuk wudhlu dan ke kamar mandi. 

Tentu mereka mengharapkan imbalan atas apa yang mereka lakukan. Wudhlu saja harus membayar Rp 3.000,-/orang, buang air kecil Rp 5.000,- dan bilasan Rp 10.000,-. Kamar mandinya sudah terbuat dari tembok, tapi lantainya hanya semen biasa yang diberi ember seadanya untuk menampung air. Beberapa ibu-ibu penimba menunggu di berugak depan tempat sholat untuk memungut upah menimba dari tempat wudhlu dan buang air. 

Tak hanya sekedar untuk berkunjung, pantai ini juga ada yang menginap di Pantai ini dengan menggunakan tenda. Mereka bisa membayar sewa kamar mandi pada warung yang ada di pojok pantai yang juga menyediakan kamar mandi berupa bedengan kayu dan seng untuk pengunjungnya. Dia memberikan gratis kalau pengunjungnya membeli makan padanya. Ada beberapa pengunjung yang minta dimasakkan atau dibakarkan apa yang mereka bawa atau hasil memancing. Ibu pemilik warung akan membuatkan sambal dan pelengkap makanan mereka di warungnya dengan diberikan akses ke kamar kecil secara gratis. Beliau memiliki sebuah tandon dari sumur bor yang dibuatnya kemudian dialirkan ke kamar mandi dengan pipa tanpa menimba. 

Rezeki Allah itu sangat luas kalau kita mau berusaha. Meski jauh dari perkampungan, mereka tetap bisa mencari rezeki halal dan berkah tanpa meminta. Sungguh salut pada mereka yang mau berusaha seperti Ibu yang sudah tak muda lagi. Beliau bolak-balik rumahnya yang berjarak lebih dari 10 km untuk mencari rezeki di pantai ini. Bahkan beliau ikut menginap kalau ada yang membuat tenda dan menginap di pantai itu. Beralaskan karpet di tempat sholat, beliau bisa tidur nyenyak tanpa kasur dan kamar yang nyaman. 







Comments