Di Lombok ada Wildlife

 Minggu yang sudah lama dinantikan. Kami memutuskan mengajak anak-anak untuk berkunjung ke sebuah kebun binatang yang ada di Pulau Lombok yaitu Lombok Wildlife yang berada di Kabupaten Lombok Utara. Meski sudah lama ada, tapi kami belum tertarik kesana karena kata beberapa teman yang sudah kesana, binatangnya belum banyak. Malah, yang pertama kali ada hanya gajah dan burung. Tiket masuknya pun saat itu cukup mahal yaitu Rp 100.000,-/orang kecuali anak-anak dibawah 2 tahun. 

Sejak pandemi, banyak tempat wisata yang akhirnya harus banting harga agar tetap ada pengunjung. Selain itu, protokol kesehatan pun tetap diperketat agar tidak terjadi cluster baru penyebaran covid-19. Beberapa bulan yang lalu setelah dibuka kembali saat pandemi, mereka sempat mengadakan promo tiket Rp 50.000,-/orang hanya satu bulan. Kami belum sempat kesana karena si Ayah sibuk sekali. Kali ini, kami pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan promo tiga bulan ke depan. Sebelum si Ayah kembali sibuk dan gagal terus, akhirnya kami memutuskan untuk ke sana.

Ada seorang teman yang kebetulan dinas di daerah sana, Kabupaten Lombok Utara yang istrinya memang asli dari daerah tersebut. Saya iseng untuk mengajaknya kesana kalau memang mau sekalian mereka pulang untuk dinas di pagi harinya. Mereka pun bersedia. Mencari teman untuk si Sulung yang selalu ingin punya banyak teman. Dia akan lebih bersemangat kalau punya teman. 

Rencana awal, kami berangkat jal 8-9an, tapi kami harus membantu Bapak dulu yang akan diajak kakak ipar keliling kota. Kami sempat mengajaknya ikut dengan kami, tapi karena kondisi Bapak yang tidak memungkinkan untuk perjalanan jauh, mereka pun hanya akan makan di sekitar kota saja, katanya. Awalnya kami pun diajak untuk ikut, tapi kami sudah ada janji sehingga kami menolak. Kami membantu mempersiapkan sampai mereka siap berangkat, baru kami berangkat. 

Teman janjian kami sedang mengganti ban mobil, kami pun masih harus menambal ban mobil kami yang bocor. Jadilah kami baru berangkat jam 11 lebih dari Mataram. Kami memilih melewati bukit dibanding lewat pantai karena memakan waktu lebih lama. Untuk menuju ke Kabupaten Lomboj Utara, bisa memilih melewati bukit di daerah Gunung Sari atau melewati pesisir Pantai Senggigi. Jalannan melalui Gunung Sari lebih terjal, berkelok dan menanjak sedangkan pesisir pantai tentu pemandangannya lebih bagus meski juga berkelok dan berbukit karena demografi di pulau ini dimana daerah pesisirnya berbukit. Pemandangannya memang sangat indah dan menyenangkan melewati pesisir, tapi jarak tempuh menjadi lebih jauh. 

Sampai di KLU (Kabupaten Lombok Utara) setelah satu jam perjalanan, sudah memasuki waktu dzuhur. Kami pun memutuskan makan dan sholat dulu. Baru kali ini saya tahu banyak tentang Kabupetan Lombok Utara. Sembilan tahun yang lalu saat mengantar seorang teman berkeliling Lombok seingat saya jalanan di Tanjung ini masih diperbaiki dan tidak banyak tahu keindahannya. Sekarang sudah rapi dan bersih. Masih banyak hamparan sawah yang menyejukkan mata. Udaranya bersih dan asri. Nyaman sekali tinggal disini. 

Kabupaten yang dulu masuk Lombok Barat ini yang paling kaya tempat wisata. Tiga gili yang terkenal yaitu Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air menjadi bagian dari Kabupaten yang pernah terkena gempa besar ini. Selain itu, air terjun dibawah Kaki Gunung Rinjani yang terkenal dengan nama Tiu Kelep di daerah Senaru, Lombok Utara.

Sejatinya, berwisata selain refreshing, kami berusaha menyelipkan hikmah dibalik banyak hal yang kami lewati dan alami. Kali ini, kami ingin memperkenalkan betapa luar biasa Allah menciptakan makhluk hidup dengan berbagai bentuk, rupa, warna dan sifat. Manusia yang diciptakan sebagai khalifah harus bisa memaknai dengan bijaksana, melestarikan alam dengan keseimbangannya sehingga tercipta harmoni yang indah di alam yang bisa kita manfaatkan dengan bijaksana.

Sebelum menuju ke Lombok Wildlife di daerah Pemenang, tidak jauh dari Bangsal, penyebrangan umum ke Gili, kami mampir makan dan sholat dulu di sebuajh rumah makan yang berada lebih jauh yaitu di derah Tanjung. Sengaja mencari tempat yang nyaman karena anak-anak harus lebih leluasa untuk bergerak. Tempat makan yang kami pilih adalah tempat makan di tengah sawah. Sejuk dan menenangkan. Meski kecil, tapi cukup menyegarkan udaranya.

Mereka menggunakan konsep cafe, sehingga makanannya pun nasi goreng, mie goreng dan makanan ringa. Tak banyak pengunjung hari itu meski weekend. Mungkin memang kurang kalau untuk makan siang. Kalau untuk nongkrong memang lebih cocok. Kami pun bisa rehat untuk sholat sebelum menuju tempat tujuan utama kami, Lombok Wildlife.

Kami harus kembali ke jalan sebelumnya untuk sampai ke Lombok Wildlife. Dearah ini tidak asing bagi si Ayah karena pernah penempatan di sini saat baru masuk bekerja. Saat masih muda bersama temannya yang sekarang bersama kami perjalanan kali ini. Dia juga yang pernah menjadi perantara kami saat pertama dekat. Menikah pun jaraknya hanya selang satu bulan. Anak-anak kami pun jaraknya tidak jauh. Anak pertama berjarak sekitar 5 bulan, anak kedua sekitar 10 bulan. Persahabatan yang tulus, tak pernah membicarakan orang lain, hanya bertukar cerita dan saling menguatkan.

Sampai di parkiran, sepertinya pengunjung lumayan membludak. Weekend juga mungkin jadi agak ramai. Kami pun sedikit khawatir karena pandemi belum berakhir. Memakai masker, jaga jarak dan mencuci tangan menjadi keharusan saat melakukan kegiatan di luar rumah. Kami pun demikian dan anak-anak sudah kami pesan untuk tidak melepas masker dan tidak memegang apapun sembarangan. Sejak pandemi kami sedikit menghindari keramaian di tempat tertutup, meski tidak menutup kemungkinan dimanapun ada.



Anak-anak sangat excited saat masuk menuruni tangga gerbang masuk. Air terjuan buatan menjadi ucapan selamat datang yang sangat menyenangkan. Mencoba memberikan kesan natural dan tidak berlebihan. Meski pernah ke kebun binatang di Jawa, tapi Lombok benar-benar selalu membuat terkesan dengan keindahan alaminya. Nuansa hutan benar masih terasa disini.







Burung-burung indah sudah bertengger di ranting pohon siap diajak berfoto. Pengunjung antusias melihat burung berbagai warna bisa bertengger di lengan mereka dan berfoto bersama. Si Sulung berani mengulurkan tangannya dan burung cantik bertengger di lengannya. Pada dasarnya jiwanya kayak emak sih ya yang nggak takutan. Saya adalah tipe orang yang tidak banyak takut dan jijik. Saya pun tidak pernah menakut-nakuti anak-anak kecuali kalau memang berbahaya. Biarkan mereka menemukan pengalamannya sendiri dan belajar dari pengalaman. Hanya Alllah yang perlu mereka takuti dan ridho Allah yang mereka cari. Ada sebuah tempat makan di depan atraksi burung, jadi pengunjung bisa sekalian makan siang dengan menu seperti nasi goreng, mie goreng dan minuman dingin yang menyegarkan. Harganya pun relatif seperti harga makanan di tempat wisata yang tentu berbeda dengan harga makanan di warung makan di luaran.

Daerah ini tidak banyak rumah makan yang nyaman jadi bagi pengunjung dari luar daerah yang tidak tahu bisa sekalian makan di tempat ini.,

Setelah burung, kami kembali berjalan menyusuri jalan yang berlumut karena memang sering hujan akhir-akhir ini. Dua gajah sumatera sedang dikelilingi pengunjung. Ada yang memberi makan buah yang dibeli saat membeli tiket, ada yang berfoto saja dan ada juga yang takut mendekat. Anak-anak kagum melihat besarnya binatang ciptaan Allah SWT itu. Belalainya bisa mengmbil buah untuk dimasukkan ke mulut. Binatang besar yang tenang dan tak banyak gaya. Cara berjalannya pun pelan, tapi kalau terinjak akan sangat menyakitkan.








Hewan sebesar ini saja tidak sombong dan memperlihatkan kebesarannya. Berjalan tenang, bergerak pelan dan pasti dan tidak tergesa-gesa. Gerakannya akan membuat banyak yang terluka jika tergesa-gesa. Kadang kita memang harus berjalan perlahan agar tidak banyak tersakiti. Berhati-hati agar tidak banyak melukai. Belajar dari gajah, saat menjadi orang besar, berhati-hatilah saat melangkah. Melangkahlah dengan tenang, tapi pasti. Tak perlu banyak gaya, banyak berfikir sebelum bertindak karena akan banyak menyakiti kalau orang besar banyak bergerak.

Meninggalkan gajah super besar, kami kembali disambut dengan burung cantik yang bertebaran di sepanjang jalan menuju ke tempat satwa lain. Ada deretan kandang burung mulai dari burung hantu, burung elang, elang jawa, burung kakak tua dan masih banyak lagi. Sayang papan informasinya kurang lengkap menyebutkan satwa apa saja yang ada di dalam kandang. Mungkin akan lebih baik ke depannya.







Setelah disuguhi cantiknya berbagai macam burung, kami pun disuguhi dengan Beruang Madu yang sedang mencari serangga di dalam kayu kering. Mereka sudah dilatih untuk makan buah-buahan dan mengjhindari daging. Ada seorang pawang yang menunggui mereka. Meski tidak dalam kandang tertutup pagar tinggi, tapi mereka diletakkan di sebuah tempayt yang dipisah parit besar agar tidak bisa kontak langsung dengan pengunjung. Mereka masih dilatih untuk bisa diberi makan langsung oleh pengunjung melalui pagar tinggi. Kalau mau memberi makan sekarang harus dengan cara dilempar, tidak seperti memberi makan Gajah yang bisa langsung diberikan yang kemudian diambil dengan belalainya.



Ada deretan jenis primata seperti orang utan, bekantan, siamang dan monyet yang juga diletakkan di sebuah tempat dengan parit besar. Hanya bekantan yang diletakkan di sebuah kandang. Mereka terlihat biasa melihat banyak pengunjung datang memperhatikan. Namun, tidak bisa diajak berinteraksi.




Meninggalkan primata, kami menuju ke reptil. Ada beberapa jenis ular besar yang diletakkan di kandang kaca. Seekor iguana dilepaskan dan dibiarkan diam untuk dipegang. Saya dan si bungsu berkesempatan memegangnya, tapi si Sulung tidak berani. Dia takut digigit karena melihat rupanya yang kurang bersahabat. Entah bagaimana iguana itu diam tanpa bergerak. Hanya matanya yang bergerak melihat kesana kemari. Pawang iguana dan ular ada satu orang. Anak-anak bergidik ketika ular dikeluarkan dari kandangnya dan seseorang pengunjung berkulit putih menyentuhnya.




Saya sebenarnya tidak takut, tapi saya memang tidak mau menyentuh hewan besar yang berbahaya itu meski sudah jinak. Tidak tertarik dan ingin menegaskan pada anak-anak kalau hewan itu berbahaya. Mengajarkan pada anak-anak kalau semua hewan itu sebenarnya adalah hewan buas, tapi sudah dilatih untuk tidak menyerang manusia sehingga dijauhkan dari makan daging dan insting berburu. Dilatih mulai dari tempatnya, makanannya dan terbiasa berinteraksi dengan manusia.

Perjalanan belum berakhir, kami masih berjalan melihat dua kuda nil berukuran sedang yang sedang makan rumput. Hewan yang cukup berbahaya ini hanya dibuatkan kandang dari kawat saja dengan genangan air di tengah kandang, tidak seperti di kebun binatang lain yang menaruh kuda nil di tempat yang jauh dari pengunjung karena binatang ini termasuk hewan yang paling berbahaya. Dua hewan ini sudah terlatih memakan tumbuhan sehingga mungkin dianggap tidak berbahaya.



Berlanjut ke jalan berliku yang lebih menurun, anak-anak sudah berlarian terlebih dahulu, Si bungu yang mau ikut lari kami tahan karena jalanan agak berlumut. Kami memasuki sebuah kawasan memutar. Kami bisa melihat rusa, burung kasuari, buaya, musang dan masuk ke rumah burung yang katanya merupakan wahana baru. Rumah burung ini begitu menyejukkan dengan pepohonan yang hijau dan suasana yang sangat menyenangkan dengan kicau burung yang bersahutan. Di tengahnya ada Burung pelikan yang dibuatkan kolam kecil yang airnya jernih. Burung dengan paruh panjang itu suka menyembunyikan paruhnya saat tidur dibalik bulunya dengan kepala menghadap ke belakang 180 derajat. Katanya agar paruhnya tidak patah karena terlalu panjang untuk menangkap ikan di air dan menampungnya di selaput yang ada di bawah paruhnya. MasyaaAllah... sungguh luar biasa ciptaan Allah.





Keluar dari rumah burung, kami pun akhirnya memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah tempat yang disediakan di dekat tempat atraksi dua gajah dewasa. Satu gajah betina yang sudah berumur 51 tahun sedangkan satu lagi Gajah jantan yang berusia 25 tahun yang baru 5 tahun berada di sini. Tempat istirahat yang berada di tengah lokasi ini menyediakan beberapa minuman kemasan dan es cream gellatoyang tentu langsung diserbu anak-anak. Tidak banyak pengunjung yang stay disana, kami pun lebih leluasa duduk dan anak-anak bisa bermain karena tempatnya luas. Lumayan menyenangkan dan menenangkan. Melepas lelah dan penat sambil bertanya pada pawang gajah yang menceritakan asal usul dua gajah itu.

Mereka berasal dari Lampung, Sumatera. Keduanya merupakan jenis Gajah Sumatera yang sudah jinak. Kebanyakan hewan di Wildlife ini baru sepasang untuk bisa dikembang biakkan. Namun, Sindi, si Gajah betina sudah tidak produktif karena usianya sudah terlalu tua. Gajah bisa bereproduksi sampai usia 40 tahuanan dan memiliki umur sampai 60 tahunan. Meski bentuknya besar, tapi Gajah merupakan salah satu hewan yang cukup bersahabat karena geraknya yang tidak terlalu lincah sehingga tidak terkesan menakutkan meski badannya memang sangat besar.



Kami pun keluar setelah waktu menunjukkan pukul 17.00 WITA. Menurut informasi dari petugas, semua hewan masuk kandang sebelum senja. Hari ini cukup melelahkan bagi kami yang sudah berkeliling sambil momong anak sehingga beberapa kali harus berlarian mengejar anak-anak yang ingin jalan sendiri dan ingin tahu banyak. Namun, banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diceritakan kepada anak-anak. 

Perlu perjuangan dan pengorbananan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Belajar dari sikap dan tingkah hewan yang sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan baru dan suasana baru dikunjungi pengunjung. Ada banyak burung yang memilih tidak terbang ke alam bebas saat dilepaskan untuk dipegang oleh pengunjung, tapi ada juga yang terbang menghilang. Ada orang yang nyaman dengan kehidupannya, tapi ada juga yang ingin mencari pengalaman dengan berkelana. Hidup itu pilihan dan harus siap dengan konsekuensinya. 

Comments