Pertanyaan Anak Pulang Main

 Bermain adalah masa belajar anak-anak usia balita. Bermain adalah dunia mereka karena dalam bermain lah anak belajar banyak hal. Orang tua yang mengerti akan mengarahkan beberapa permainan yang dapat mengasah motorik halus dan kasarnya. Sedangkan bermain bersama teman melatih kemampuan bersosialisasinya.

Si Sulung adalah tipe anak yang suka bersosialisasi, suka punya banyak teman dan suka bertemu orang baru. Dia tidak mudah takut dengan orang baru dan mudah berteman. Dia cenderung lebih suka bermain dengan banyak teman dibanding hanya dirumah dengan Bundanya. Berbeda dengan si bungsu yang meski masih umur 2 tahun, main harus ditemenin Bunda nya. Kalau bermain keluar sendiri dengan kakaknya, dia akan cenderung cepat pulang. Berbeda dengan kakaknya yang harus dipanggil saat waktunya pulang.

Awalnya, sebagai orang tua tentu saya khawatir dengan pergaulan yang kita tidak bisa kontrol. Mulai dari bicara yang tidak baik, suka marah-marah, membandingkan harta, memamerkan harta bahkan ada yang sampai mengejek yang termasuk dalam bully.

1.Pertanyaan tentang Harta

"Bunda, kenapa sih rumah kita kecil? Rumah dia aja besar," pertanyaan ini dikatakannya sekitar umur 4 - 5 tahunan. Pertanyaannya selalu tergantung dengan siapa teman bermainnya. Pertanyaan sejenis ini bervariasi ditanyakannya beberapa kali seperti, "Bun, kenapa sih rumah kita jelek?" atau "Bun, tau nggak kalau si bocil (Sebut saja begitu) punya rumah dua. Kita kenapa cuma satu? Kita nggak kaya ya?"

Pertanyaan ini didapatkannya setelah bermain dengan Bocil. Teman barunya di kompleks perumahan tempat kami tinggal saat ini. Saat itu kami baru pindah rumah dan belum banyak kenal orang. Anak-anak bermain dengan berberapa teman. Saya bingung menjawab pertanyaan seperti ini karena anak-anak akan merekam dan menjadikannya acuan dalam waktu yang sangat lama. Saya harus berhati-hati dalam memberi jawaban sehingga tertanam di hati dan fikirannya tentang kebijaksanaan.

"Ndhuk, Allah itu memberi rezeki kepada hambaNya berbeda-beda. Ada yang diberi rezeki banyak, ada yang sedikit. Ada yang diberi rumah bagus, ada yang biasa saja bahkan ada loh yang tidak punya rumah." Kucoba menata kalimat agar mudah dipahaminya. 

"Trus kenapa rumah kita yang jelek? Kenapa rumah temen Nada bagus?"

"Semua yang Allah berikan pasti ada hikmahnya. Mungkin Allah memberi kita rumah yang kurang bagus supaya kita tahu rasanya punya rumah kurang bagus jadi tidak boleh mengejek rumah teman yang kurang bagus juga. Mungkin belum diberi rezeki sama Allah untuk memperbaiki rumah. Dan kita harus terus berusaha untuk mencari rezeki bisa memperbaiki rumah. Apapun yang kita punya harus kita syukuri dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik. Tapi ingat, tidak boleh sombong, pamer dan mengejek orang lain ya."

"Tapi dia mengejek Nada. Katanya rumah Nada cuma satu, jelek. Nggak kayak rumah dia, bagus."

"Tidak apa-apa, biarkan dia mengejek, Nada nggak perlu sedih. Kan yang penting ada punya rumah untuk berteduh. Banyak orang tidak punya rumah tinggal di pinggir jalan, bawah jembatan, kasihan mereka. Makanya kita harus tetap bersyukur. Berdoa sama Allah agar diberi rezeki memperbaiki rumah dan juga untuk bisa bersedekah."

"Jadi dia itu sombong ya, Bunda? Pamer bilang rumahnya bagus?Nggak boleh ya, Bunda?"

Saat seperti inilah Emak diuji kesabarannya. 

"Semua yang kita punya ini titipan Allah karena kalau besok kita meninggal, tidak ada harta yang dibawa. Amal ibadah, sedekah dan doa anak sholeh saja. Jadi biarkan saja kalau orang diberi rezeki lebih sama Allah, kita bersyukur atas apa yang kita punya. Tetap berdoa dan berusaha mendapatkan rezeki, tapi seberapa yang kita dapatkan biar Allah yang mengatur. 

Tidak semudah itu, Ferguso. Pertanyaan ini akan terus berulang beberapa waktu hingga dia benar-benar faham dan mengerti. Jangan marah kalau besok muncul pertanyaan serupa tapi tak sama ya, Bunda. Semisal, "Kenapa sih dia TV nya dirumahnya banyak?" atau "Tau nggak, Bunda? Uangnya dia itu banyak banget. Beli mainan berjuta-juta."

Sangat wajar pertanyaan tersebut akan terus muncul. Anak-anak usia mereka sedang dalam masa yang rasa ingin tahunya besar. Mereka akan terus mencari jawaban atas pertanyaan di otaknya yang sekiranya belum bisa mereka pahami betul. Pertanyaan yang sama pun beberapa kali muncul.

Sempat saya pun kewalahan dengan pertanyaan seperti ini hingga saya ajak ke rumah Mbah nya untuk beberapa saat. Rumah mertua yang berada satu kota dengan rumah kami, tidak banyak anak kecil. Dia bermain dengan kakak sepupunya dan tidak pernah membicarakan harta. Setelah itu, saya bawa anak-anak ke rumah orang tua saya yang tinggal di kampung. Kehidupan di kampung yang sederhana dan bersahaja membuatnya mengerti kalau banyak orang yang lebih tidak mampu. 

Meski kembali bermain dengan teman yang sama dengan membahas hal yang sama, tapi dia sudah lebih jarang bertanya tentang perbandingan harta. Anak-anak tidak bisa hanya diberi penjelasan, mereka butuh contoh nyata yang kadang memang harus kita hadirkan di hadapannya.

2. Pertanyaan tentang Ibu Bekerja

"Bunda, kenapa sih Ibunya Bocil kerja, Bunda nggak?"

 Tinggal di kompleks perumahan saya memang tidak semua Ibu bekerja. Banyak yang menjadi ibu rumah tangga. Pertanyaan ini memang tidak sulit, tapi tentu harus memiliki penjelasan yang betul.

"Bekerja itu pilihan, Ndhuk. Mungkin memang ibunya Bocil memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk bekerja sehingga lebih baik bekerja. Tapi, ada juga yang memilih tidak bekerja agar bisa menemani anak-anaknya seperti Bunda. Bunda dulu juga bekerja, tapi Bunda berhenti bekerja agar bisa setiap saat menemani anak-anak Bunda."

"Berarti ibunya Bocil nggak mau nemenin anaknya?"

"Bukan begitu juga. Mungkin ilmunya bermanfaat jadi memang harus bekerja seperti misalnya dokter. Kalau dokter nggak bekerja siapa yang membantu menyembuhkan orang? Dokter itu perantara Allah untuk menyembuhkan orang. Dokter bisa menyembuhkan orang atas izin Allah karena mereka memiliki ilmunya."

"Tapi Ibunya bocil bukan Dokter."

"Nah, mungkin ada juga yang bekerja untuk bisa menambah penghasilan keluarga. Jadi, bekerja atau tidak tetap semua ibu sayang anaknya, tapi keadaannya lain. Bukan berarti ibu yang bekerja nggak sayang anaknya, tapi mereka memang harus bekerja. Bekerja juga bukan hanya di kantor saja. Bekerja itu kan mencari nafkah, berdagang juga termasuk bekerja, Ndhu. Itu adalah cara mencari rezeki."

Untungnya si Sulung tidak melanjutkan pertanyaan. Entah mengerti atau malas melanjutkan karena masih puyeng, saya tak mengerti. Namun, pertanyaan itu tak pernah terulang lagi. Hanya dia menceritakan kalau ibunya temannya bekerja diamana atau ibu temannya ternyata berdagang.

3. Pertanyaan tentang ART

"Bunda, kenapa sih kita nggak ada Bibi? Ibunya Bocil aja punya Bibi, padahal dia juga nggak kerja kayak Bunda."

Baiklah, Esmeraldah. Ini pertanyaan yang cukup mudah sepertinya.

"Karena Bunda bisa mengerjakan tanpa harus dibantu. Mungkin Ibunya bocil kerepotan mengerjakan semua pekerjaan rumah dan mengurus anaknya. Bocil kan adiknya dua trus Ayahnya jauh jadi kan nggak ada temennya jaga Bocil dan adik-adiknya. Kalau sekolah, ibunya harus anter Bocil, trus adiknya nggak ada yang jaga. Repot kan?"

Telak, Ndhuk. Ini sih sepertinya mudah. Do'i nggak pernah tanya lagi tentang ini karena perbandingannya sangat mudah dipahami.

Meski memutuskan memiliki ART adalah pilihan setiap orang, tapi saya adalah tipe yang tidak nyaman kalau ada orang lain di rumah. Lebih suka melakukan semua sendiri dengan cara saya sendiri. Nanti, anak-anak akan mengerti dan belajar untuk bekerjasama mengurus rumah.

4. Pertanyaan tentang uang belanja

"Bunda, kenapa sih Bocil selalu dikasih uang belanja banyak? Dia boleh beli apa saja yang dia mau, sedangkan aku nggak."

"Ndhuk, berbelanja itu tidak boleh berlebihan. Allah tidak suka yang berlebihan karena temannya syaiton. Banyak jajanan yang tidak sehat seperti minuman kemasan dan makanan kecil yang mengandung bahan pengawet, bikin batuk. Nada pernah kan banyak minum es trus batuk? Bunda kan sayang Nada, jadi Bunda membatasi uang belanja Nada dan apa yang boleh Nada beli agar tetap sehat dan tidak mubadzir. Kalau Nada banyak belanja, jadi nggak makan karena kenyang makan jajan. Sayur dan lauk yang Bunda masak kan jadi terbuang kalau tidak dimakan. Itu namanya mubadzir, Allah tidak suka itu. Mubadzir itu temannya syaitan."

5. Pengen mainan temen

"Bun, beliin dong mainan kayak punya bocil."

Ini biasa ya, Bunda semua anak pengen mainan temennya. Apalagi kalau nggak dikasih pinjem, ujungnya minta dibeliin.

"Mainan apa? Untuk apa?"

Entah kenapa sejak dulu saya paling tidak suka mainan yang mubadzir. Mainan bagi saya itu harus bisa digunakan untuk menyalurkan imajinasi dan mengasah kreatifitas. Memang masanya sedang bermain, tapi membeli permainan yang edukatif pun harus tahu cara mainnya. Saya lebih suka membelikan mainan di tukang mainan keliling atau di tempat mainan grosir kalau hanya sekedar untuk suka-suka. Saya lebih memilih mainan edukatif yang bisa digunakan dengan berbagai cara permainan sesuai daya imajinasi mereka. 

"Ndhuk, tidak semua yang kita mau harus kita beli. Pilih salah satu dan tidak boleh serakah. Mau semua mainan itu sama dengan serakah karena nanti tidak semua bisa dimainkan apalagi kalau hilang atau rusak saat baru dibeli. Beli salah satu dulu, nanti selanjutkan coba belajar menabung dari uang belanja kalau mau beli mainan. Atau dari setoran hafalannya. Semakin banyak setoran hafalan surat pendek, hadist dan doa yang juga diamalkan, semakin banyak poinnya, bisa deh beli mainan yang agak mahal."

Ini salah satu cara kami memotivasinya untuk terus menambah hafalannya. Sekalian mengajarkan padanya untuk berjuang mendapatkan sesuatu. Sekarang, sudah 6 tahun jadi point merapikan mainan dan membereskan piring selesai makan juga menjadi tambahan point. 

7. Berbohong

Nada pernah ketahuan berbohong karena bujukan temannya. Namun, saya tidak langsung memarahinya. Saya tanya dulu padanya tentang kebenarannya. Dia mengatakan kalau temannya yang menyuruhnya berbohong agar tidak dimarahi Bunda.

Saya berusaha untuk tidak marah dulu karena marah akan mmbuatnya takut untuk berkata jujur. Beberapa kali hal yang saya larang memang dilakukannya karena ajakan temannya. Nada adalah tipe yang suka punya teman, jadi daripada kehilangan teman dia memilih untuk menuruti kata temannya. 

"Disuruh Bocil, Bun."

"Kalau disuruh bohong atau diajak main yang nggak baik ya jangan mau. Mbak dapat dosa nantinya apalagi bohongin Bunda. Bunda larang itu pasti ada sebab yang tidak baik kalau dibolehin. Itu kan obat untuk adek, kalau Mba pakai main kan nanti adek gabisa minum obat. Kasihan dong adek nggak sembuh pileknya."

Dia pun mulai sering mengatakan kalau memang pernah berbohong. Terlihat jelas saat ia berusaha berbohong yang berusaha kupercayai. Pada akhirnya, dia pun akan mengaku. Meski kadang gatal ingin marah karena kesal, tapi memberikan kepercayaan padanya akan membuatnya menjadi lebih bertanggung jawab dan jujur karena kita memberi ruang untuknya mengekspresikan dirinya.


Share pengalaman Bunda yuk tentang pertanyaan lucu anak sepulang main. Tentu banyak ya, Bunda. Ada yang membuat geli, ada yang menggemaskan, ada yang mengesalkan dan kadang ada juga yang membuat marah. Namun, menahan amarah itu penting agar pesan yang kita sampaikan bisa dimengerti oleh anak karena sejatinya kita menyampaikan pesan penting untuknya yang akan terhalang saat bersama dengan amarah. 

Semoga selalu diberikan kesabaran dan kekuatan membersamai anak-anak ya, Ayah Bunda. Semoga selalu diberikan kemampuan oleh Allah SWT mendidik amanahNya. 




Comments