Pertimbangan Sekolah Usia Dini

Nada memang sejak kecil tipe anak yang sangat aktif. Suka memanjat dan hal baru, termasuk bertemu orang baru. Dia suka sekali hal baru dan selalu harus bisa melakukannya kalau sulit. Dia juag tidak mudah menangis bertemu orang baru. Gampangan diajak siapa aja. Haha... tapi bukan gampangan dalam arti orang dewasa ya. Ini gampangan versi anak-anak. Diajak siapa aja mau.

Dulu sempat waktu baru mengenal orang, dia tidak mau dengan selain Bunda atau Ayahnya. Sama Mbah saja dia mau karena ketika itu kami masih tinggal di rumah Mbah. Namun, tidak lama setelah itu, dia mulai mau dengan siapapun yang ingin menggendongnya. Banyak orang suka dengannya yang bertubuh gemuk ginuk-ginuk, kata orang Jawa. Nada kecil murah senyum dan tidak mudah menangis, jadi banyak orang yang gemes dan suka dengannya. Meski banyak yang suka, tapi sebenarnya saya agak khawatir juga kalau dia mudah diajak dengan orang baru.

Pernah suatu kali, saya sedang menyuapinya di depan rumah Mbah. Sore itu, Mbah sedang arisan, tapi Nada tidak ikut karena masih makan. Gerbang sengaja saya tutup karena jalan depan rumah merupakan jalan alternatif, jadi cukup ramai kendaraan berlalu lalang. Saat sedang mengambil minum tambahan, ketika keluar sudah melihat Nada digandeng tetagga yang rumahnya agak jauh dan jarang bertemu.

"Dia mau ikut, Mbak," kata Ibu itu ketika melihatku keluar rumah. Nada terlihat antusias digandeng. Padahal baru pertama ketemu ibu itu.

Saya tersenyum, tapi juga kadi khawatir. Tidak bisa meninggalkannya sendirian di luar. Lebih baik dikunci di dalam rumah saja. Tak hanya dengan orang dewasa, dengan teman sebaya pun demikian. Dia suka mengajak bermain. Kalau ada anak baru, dia selalu bertanya pada saya, nama anak itu untuk mengajak main. Kalau saya bilang tidak tahu, dia spontan akan menanyakan langsung, "Siapa namanya?"

Manisnya si gendhuk, membuat banyak orang suka padanya. Saya sebenarnya suka dengannya yang supel, mudah bergaul dan tidak takut ha baru. Namun, di sisi lain,saya juga waspada kalau dia terlalu mudah bergaul dengan orang. Banyaknya kasus penculikan anak karena si anak mau dengan orang baru. Itulah mengapa kemana dan dimanapun saya, selalu saya usahakan untuk membawa si gendhuk. Dia harus berada di bawah kontrol saya.

Seiring bertambah besar, kami pindah ke rumah baru. Disana, dia belum banyak memiliki teman karena kami masih warga baru. Kami sering berjalan keliling kompleks untuk sekedar mencari teman untuk Nada. Nada mulai sering bosan bermain hanya dengan Bunda nya meski berbagai cara Bunda lakukan membuat mainan di rumah supaya lebih seru. Namun, Nada adalah tipe anak yang harus terus bergerak dan punya teman.

Setiap kali ke Lombok Timur, ke rumah orang tua saya, disana banyak sekali anak kecil. Dia selalu antusias dan tidak mau diajak pulang. Bahkan, sering dia ikut senam pagi bersama anak PAUD dan TK yang ada di depan rumah Uti nya. Beberapa kali, dia ikut masuk kelas bersama teman yang masih saudara kami. Kebetulan guru dan pemilik TK itu masih saudara, jadi Nada diperbolehkan duduk ikut dengan temannya. Meski hanya bengong melihat teman-temannya, tapi dia suka sekali berteman. Kalau sudah bosan di kelas, dia kan keluar dan pulang ke rumah yang memang tidak jauh.

Setiap kali pulang ke rumah, kembali di merasa kesepian. Sesekali, saya membawanya kerumah kakak suami, dia juga punya dua anak laki-laki yang seumuran Nada dan satu lagi lebih besar dua tahun. Setiap kali main, Nada tidak mau diajak pulang. Dia benar-benar kesepian.

Saya memutar otak, mencari car untuk bisa menghilangkan bosan Nada. Membuat kreasi di rumah dari kertas, cangkang telur, crayon, membuat malam dari tepung, semua saya lakukan untuk menghilangkan bosan Nada. Namun, tetap saja dia ingin punya teman. Karena kami sudah lama tinggal, Nada mulai punya teman. Satu dua orang teman main ke rumah ketika sore hari karena pagi mereka harus sekolah. Nada senang, kadang dia juga yang main ke rumah teman yang hanya selang beberapa rumah dari rumah kami. Gang ini masih sangat sepi karena banyak rumah kosong yang dikontrakkan atua dijual.

"Bunda, Nada mau sekolah," rengekan ini sudah untuk kesekian kalinya karena dia merasa senang punya banyak teman ketika di Masbagik.

Membaca beberapa referensi, sepertinya memang pada usia Nada yang belum genap empat tahun itu, berada di rumah masih lebih baik. Apalagi saya pun tidak bekerja, tidak banyak kesibukan, hanya fokus padanya saja. Saya masih bisa membuat banyak kreasi mainan untuk menenamninya. Namun, Nada tetap ingin punya teman sebaya. Setiap kali ke Masbagik, dia langsung asik main dengan saudara yang seumuran. Main di TK depan rumah dan dengan senangnya di perkenalkan pada saya, "Bunda, ini temen Nada," katanya memperkenalkan seseorang yang bermain ayuanan dengannya.

Dengan memiliki banyak teman, dia juga belajar berbagi. Menjadi sendiri itu membuatnya sedikit egois karena tidak memiliki teman berbagi. Beruntung di Masbagik mengajarkan dia untuk berbagi, meski terkadang orang di sekitarnya yang justru tidak mendukung. Saat saya tidak bersamanya, mereka cenderung menuruti kemauan Nada karena merasa dia adalah tamu mereka. Namun, saya selalu menegaskan kalau dia harus belajar berbagi. Belajar izin pada temannya kalau meminjam dan harus mengembalikan apa yang dipinjamnya. Nada tidak boleh tumbuh menjadi anak yang egois.

Pertimbangan sekolah kembali membuat saya bingung. Dari beberapa referensi yang saya baca, menyekolahkan anak terlalu dini memiliki beberapa konsekuensi. Memang dia menjadi belajar bersosialisasi, tapi sebenarnya yang lebih baik adalah berada di dekat ibunya. Menyekolahkan mereka juga membuat bonding ibu dan anak menjadi berkurang karena dia juga akan lebih dekat dengan guru nya. Kebosanan anak juga harus dipertimbangkan saat menyekolahkan anak. Padahal, setelah saya mengamati apa yang ada di Pendidikan Anak Usia Dini, disana tidak diajarkan untuk akademis. Mereka hanya bermain dengan lebih teratur dan disiplin.

Anak tidak dipaksa untuk belajar membaca atau menulis, mereka diajarkan hafalan doa sehari-hari, diajarkan bernyanyi dengan alat musik, membuat kreasi dengan benda di sekitar dan pasti belajar berteman. Memaafkan ketika sengaja atau tidak melukai teman. Dan saya juga membekalinya untuk membela diri saat di bully. Satu hal yang luput dari perhatian orang tua adalah tetap menjaga komunikasi dengan anak.

Saya akhirnya memutuskan menyekolahkan Nada ketika si adek lahir. Fokus saya mulai terbagi, Nada semakin cemburu karena saya harus juga memperhatikan adiknya. Setelah diskusi dengan Ayah yang sebelumnya juga sudah saya lakukan survey tentang sekolahnya, kami pun memasukkannya di Kelompok Bermain. Satu kelas hanya ada 10 siswa dengan dua guru di sana. Anak-anak lebih terkontrol dan terawasi.

Namun, tetap saja sebagai orang tua sesekali saya pun ikut mengawasi. Sejak pertama masuk sekolah, Nada sudah sangat antusias. Dia langsung berbaur dengan teman-teman. Hanya hari pertama saja dia saya antar dan jemput karena ada Mbah nya yang menggendong si adek. Selanjutnya, kalau berangkat bersamaan Ayah ke kantor, sedang kalau pulang saya titip di tetangga yang anaknya juga sekolah di sana.

Nada terlihat sangat senang, bahkan dia tidak mau tidak sekolah. Dia selalu antusias bercerita setiap kali pulang sekolah. Terkadang, dia pulang membawa hasil karyanya di sekolah yang sudah menadapat tanda bintang dari Bu Guru. Bagi saya pribadi, banyak manfaatnya setelah menyekolahkan Nada. Dia jadi lebih mandiri dan terbuka dengan saya. Yang dilakukan di sekolah pun bertema, di sana dia beljar berkreasi dan berekspresi. Toh tidak memaksakan juag sekolah sebagai kewajiban. Kalau memang sedang tidak mau sekolah, kami pun membiarkannya. Malah, Nada yang antusias ingin sekolah setiap hari. Belajar doa sehari-hari dan hafalan surat pendek.


Comments