Mendidik Anak

Pilihan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya sudah kupilih sejak sebelum menikah. Mendidik anak sendiri, mengontrol mereka sepenuhnya menjadi pilihanku sejak masih gadis. Karena banyak teman yang ibunya bekerja yang pada akhirnya memilih untuk berlama-lama di luar karena kesepian, aku merasa sangat nyaman berada di rumah. Dengan ibu yang selalu ada kapanpun dibutuhkan, dengan ibu yang selalu ada untuk mendengar cerita dan ibu yang memberi nasehat dengan cara yang asik.

Meski tidak sepenuhnya cara mendidik orang tua saya persis seperti cara saya mendidik anak-anak, tapi saya juga belajar dari banyak hal. Belajar dari membaca dan mendengar cerita teman-teman tentang mendidik anak. Mendidik anak itu juga harus mengikuti perkembangan zaman, selain juga tetap mengedepankan agama sebagai landasan utama. Akhlaq dan aqidah menjadi utama dalam mendidik anak-anak. Itu juga banyak saya contoh dari orang tua saya yang selalu mengedepankan aqidah dan akhlaq dalam mendidik kami. Mereka tidak mengharuskan kami menjadi yang terpandai atau selalu menjadi juara, tapi mereka selalu mengajarkan kami untuk selalu menjadi anak yang baik.

Mereka juga sudah mengajarkan kami untuk mandiri sejak dini. Memberikan kami kebebasan untuk memilih dengan konsekuensi yang harus kami tanggung atas pilihan kami. Mereka memberi pilihan beserta konsekuensinya. Mereka juga tidak pernah menyalahkan kalau kami menerima konsekuensi atas pilihan itu. Mereka justru memberitahu kami untuk bisa lebih bijaksana dalam memilih keputusan dan belajar dari kesalahan. Kami tidak disalahkan atas keputusan, itulah yang membuat kami tidak diajarkan untuk menyesal. Ambil pejararan dari kesalahan, berbuat yang lebih baik.

Ini tidak mudah ternyata setelah aku menjadi orang tua. Setiap orang tua memiliki ego untuk anaknya menjadi yang terbaik. Apalagi dibandingkan dengan anak orang lain. Pasti semua memiliki keinginan untuk menjadikan anaknya yang terbaik. Padahal, setiap anak memiliki keerdasannya sendiri. Yang harus diubah itu ego orang tua, bagaimana mendidik anak bahagia, bukan anak pandai. Dari bahagia, otaknya akan berkembang dengan baik. Mengenali apa yang menonjol dalam dirinya, itulah yang harus dikembangkan agar menjadi maksimal. Namun, terkadang orang tua lupa kalau mereka harus memperhatikan kemampuan dan keinginan anak. Mereka menggiring anak-anak menjadi seperti yang dia inginkan.

Satu hal yang saya arasa perlu saya rubah dari kedua orang tua saya adalah terlalu kasihan pada anak. Mereka memepermudah urusan kami, mereka membuat kami tidak mandiri dalam beberapa hal. Yang paling terasa adalah si bungsu yang jaraknya cukup jauh dengan saya. Karena dia menjadi satu-satunya yang dekat dengan orang tua ketika dua kakaknya sudah menikah, dia menjadi pribadi yang sangat bergantung. Ibu adalah tipe orang yang nggak tegaan kalau anaknya kesusahan. Dengan segera dia kan menyelesaikan semuanya. Hal kecil saja, kalau ada yang ketinggalan di rumah, pasti dengan sigap ibu akan mengantarkannya ke sekolah. Ini yang membuatnya santai dan meremehkan hal kecil. Dari pertimbangan itu, akhirnya saya menyarankan untuk menyekolahkannya jauh dari rumah. Jauh dari jangkauan orang-orang yang mudah dimintai tolong. Mengajarkannya menyelesaikan masalahnya sendiri, menemukan apa yang dibutuhkannya dan berusaha untuk tidak terus meminta bantuan.

Kemandirian dan kedisiplinan itu pula yang sedang saya terapkan pada si sulung, Nada. Dia yang baru berusia 4,5 tahun sudah kami ajarkan untuk mandiri dalam beberapa hal. Hal kecil tentang dirinya sendiri dulu, bagaimana menjaga diri dan merawat diri. Barulah lingkungan yang sesuai dengan usianya. Dia sudah harus bisa mencuci kemaluannya saat buang air, bisa mandi sendiri dan mengajarkannya untuk selalu menutup aurat. Jadi, kalau di sekolah, dia sudah tidak perlu dibantu bahkan gurunya sekalipun saat buang air. Nah, yang masih sering lupa adalah ketika harus buang sampah di tempat sampah setelah makan. Juga, untuk tidak mubadzir makanan. Anak-anak sering ingin ini ingin itu, tapi tidak semua dimakan.

Kadang, yang membuat jengkel adalah lingkungan yang tidak mendukung. Ada saja orang yang menjudge cara mendidik kami. Mereka yang merasa kalau didikan mereka paling baik, mereka yang kadang mengatakan kalau orang tuanya pelit nggak mau beliin jajan atau mainan. Nah, ini yang kadang membuat kita sebagai orang tua jadi kesel. Terbawa emosi jadi nggak mau dibilang pelit malah mengalahkan disiplin yang sudah dibangun. Bukan cuma mereka yang harus menghoramati cara kita mendidik anak, kita juga harus menghormati cara orang lain mendidik anaknya. Meski mungkin menurut kita tidak sesuai, mungkin mereka memiliki tujuan tertentu. Tidak perlu mengejudge, ambil kalau baik dan tidak perlu mencela kalau dirasa kurang baik. Simpan saja sebagai bahan referensi untuk memperbaiki cara mendidik.

Yang perlu digarisbawahi, mendidik anak menjadi baik, harus dimulai dari orang tua yang baik juga. Sebagai orang tua juga harus terus belajar memperbaiki diri dan memberi teladan yang baik karena sebaik-baik didikan adalah dengan memberikan teladan pada mereka peniru ulung. Selamat menjadi ibu pembelajar, Bunda. Anak-anak butuh ibu yang bahagia, bukan ibu yang sempurna.


Comments