Pacaran itu apa sih?


Masih tentang cinta, pacaran adalah kata tabu buatku. Entah karena efek udah lama nggak opacaran atau perbedaan persepsi pacaran. Bukan tidak pernah pacaran, aku pun pernah merasakan yang namanya pacaran. SMA, tempat pertamaku mengenal kata itu, kata yang sangat familiar di telinga, otak dan benak anak-anak muda (walaupun kenyataannya bukan Cuma anak muda aja yang merasakannya).
Awalnya aku belum mengerti maksud dan tujuan pacaran sebenarnya. Dalam opiniku, masih tertanam kalau pacaran itu sama aja sama temenan, sahabatan dan sejenisnya. Kenapa harus disebut pacaran kalau sama dengan berteman atau bersahabat. Pertanyaan itulah yang terkadang diinpretasikan salah oleh mereka yang menyebabkan banyaknya kecelakaan tak diinginkan dalam kecelakaan.
Pacaran itu kan belum memiliki, pacaran itu kan saling mengenal, kenapa harus memaksakan membedakan status itu dengan cara yang merugikan diri sendiri dan banyak orang.
Mungkin aku disebut kolot, atau picik atau mungkin malah jadul, tentang konsep pacaran menurutku. Konsep pacaran yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain ya konsep pacaran ala orang jaman kolot tanpa imbas globalisasi dan tivinisasi. Semakin maju teknologi semakin banyak informasi membuat berbagai macam opini persepsi dan sugesti mengikutinya. Membuat banyak interpetasi tentang sebuah kata, termasuk pacaran.
Di Lombok, ada sebuah istilah namanya Midang. Istilah ini hampir sama artinya dengan Ngapel. Budaya ini adalah budaya untuk mengenal lawan jenis. Kalau ingin mengenal seorang perempuan, seorang pemuda harus berani datang ke rumahnya, bertemu dulu dengan orang tuanya kemudian meminta izin untuk mengenal putri mereka. Si orangt ua kemudian akan memberikan waktu untuk mereka saling kenal dan memutuskan untuk menerima maksud si pemuda atau tidak. Kalau tidak, biasanya diungkapkan pada kedatangannya yang berikutnya sehingga si pemuda tahu kalau dia sudah tidak bisa lagi bertandang ke rumah itu.
Kalau diterima, si pemuda akan sering berkunjung dan itulah namanya pacaran. Setelah menikah, mereka baru bisa keluar berdua kapanpun dan dimanapun karena sudah sah sebagai suami istri. Manis sekali kan? Namun, sayangnya semua sudah terkikis oleh waktu. Sudah nggak banyak yang menganut aliran ‘midang’ itu. mereka lebih memilih gaya pacaran ala sok gaul, dinner, nonton, jalan-jalan, nongkrong di cafe dan bahkan berduaan di tempat-tempat sepi entah ngapain. Ujung-ujungnya timbul fitnah dan yang parahnya lagi jadi MBA (married by accident). Parah.
Mereka mencoba membedakan mana pacar mana teman, padahal sebenarnya tak perlu pembuktian status sampai terjerumus seperti itu karena istilah itu dibuat untuk saling mengerti dan memahami menuju sebuah ikatan suci agar tidak seperti membeli kucing dalam karung. Menjalani kehidupan berumah tangga juga harus mempertimbangkan karakter pasangan terlebih dahulu agar nantinya kita sudah lebih siap dalam menghadapi masalah rumah tangga bersamanya dan yakin kalau pasangan kita adalah orang yang bisa diajak bekerja sama dalam berumah tangga. Saling memahami, saling mengisi dan saling melengkapi. That’s it.

Comments