Malam Dila Jojor




Ada sebuah adat yang unik ketika Ramadhan. Ramadhan di Mabagik penuh denagn suara petasan setiap malam. Itulah yang membedakan dengan bulan-bulan yang lain. Setiap malam ramai dengan lantunan ayat suci hingga sahur. Langit Ramadhan terlihat sangat indah dengan keikhlasan dan kesederhanaan. Ramadhan adalah bulan yang terasa sangat spesial di Masbagik. Kesepian di pagi dan siang hari digantikan dengan keramaian sore dan malam hari.
Ada satu malam di bulan Ramadhan yang unik untuk menyambut malam Lailatul Qadar. Ada malam menyalakan dila jojor (dila adalah bahasa sasak yang artinya lampu atau penerangan). Dila  jojor adalah sebatang bambu yang sudah dibentuk seperti tusukan sate, tapi lebih besar. Buah jarak yang sudah dikeringkan dililitkan di bambu seperti sate. Diberi sedikit minyak tanah untuk merekatkan. Warnanya hitam, kalau sudah tertempel di bambu bentuknya seperti sate.
Nah, biasanya selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, di malam-malam ganjil, setiap desa digilir untuk menyalakan dila jojor. Kebetulan tahun lalu, kami mendapat giliran di malam 21 Ramadhan, tapi sekarang kami mendapat giliran di malam 23 Ramadhan. Jadi di 5 malam ganjil terakhir selama bulan Ramadhan terus ada yang menyalakan dila jojor.
Biasanya dila jijor dinyalakan bersama-sama saat trahim (sebelum adzan) Isa’ berkumandang. Subhanallah...indahnya.
Kata Mbah, itu Cuma tradisi. Kalau antara waktu maghrib dan Isa’ adalah waktu ijabah, kalau ba’da Isa’ adalah waktu mengusir setan. Mungkin yang dimaksud setan disini bukan semacam gendruwo atau kuntilanak dan saudara-saudaranya, tapi maksudnya setan dalam diri yang menyebabkan menurunnya iman sehingga bisa bersujud dan berdzikir dengan khusyu’.
Sejauh ini, baru itu informasi yang bisa terkumpul dari makna malam dila jojor...
Semoga manfaat...^_^

Comments